The Soda Pop

114 TIPS MUROBBI SUKSES Panduan untuk para pembina, mentor, naqib dan mereka yang ingin berhasil memimpin kelompok kecil Satria Hadi Lubis PRAKATA Segala puji bagi Allah, yang ditangan-Nyalah terletak segala kekuasaan. Salam dan sholawat kepada pemimpin umat manusia, Nabi Muhammad saw, beserta para sahabatnya, yang merupakan kumpulan orang-orang terbaik sepanjang masa. Buku yang berjudul 114 Tips Murobbi Sukses ini merupakan sumbangan kecil dari kami kepada para murobbi dan calon murobbi. Kami berharap mereka menjadikan buku ini sebagai wacana peningkatan kemampuan membina halaqah. Kami tidak mengklaim apa yang kami tulis ini sebagai satu-satunya tips menjadi murobbi sukses. Mungkin, para murobbi lain mempunyai tips berbeda yang juga berhasil mengantarkan mad’u-mad’unya menjadi kader dakwah yang iltizam (komitmen) kepada Islam. Namun, berdasarkan “riset” kami, tips yang tercantum dalam buku ini cukup berhasil diterapkan oleh sebagian murobbi dalam mengantarkan halaqahnya menuju keberhasilan. Selain itu, latar belakang penulisan buku ini juga didasari oleh kondisi saat ini yang memang membutuhkan lahirnya murobbi-murobbi handal sebagai ujung tombak dakwah khossoh (khusus). Kami yakin, kejayaan Islam adalah suatu keniscayaan. Dan hal itu tak mungkin terwujud tanpa lahirnya murobbi-murobbi yang siap mencurahkan segala kemampuannya untuk membimbing umat ke arah cahaya-Nya. Kami berharap untuk itulah buku ini ada. Murobbi adalah orang yang memimpin jalannya halaqah (pengajian kelompok, mentoring, usroh, ta’lim, dan sejenisnya). Di beberapa kalangan aktivis dakwah, murobbi juga disebut dengan ustadz, mentor, pembina, naqib, mas’ul dan qiyadah. Apapun istilahnya, murobbi berperan strategis untuk menumbuhkan kader-kader dakwah yang berkualitas. Hal ini sudah dibuktikan oleh berbagai kelompok pergerakan Islam (harokah) di seluruh dunia. Namun dalam realitanya, menjadi murobbi bukanlah pekerjaan mudah. Ada berbagai kendala dan persoalan yang menghadang seseorang untuk menjadi murobbi sukses. Karena itu, di dalam buku ini penulis mencoba menawarkan berbagai tips (kiat) untuk menjadi murobbi yang sukses memimpin halaqah. Dengan harapan agar para pembaca – khususnya mereka yang akan atau telah menjadi murobbi— bertambah keterampilannya sebagai murobbi. Kami berupaya membahas berbagai tips menjadi murobbi sukses ini dengan pembahasan yang praktis dan menghindari teori yang panjang lebar. Tujuannya agar Anda, para pembaca, dapat dengan cepat dan mudah memahaminya. Apabila Anda telah berkesempatan membaca buku ini, silakan beri kami umpan balik. Umpan balik para pembaca begitu penting sehingga kami merasa perlu memasukkan Formulir Umpan Balik pada buku ini. Anda bisa mengirimkannya melalui faks ke Lembaga Pelatihan Manajemen LP2U (021) 5494719. Jika pembaca ingin berkonsultasi atau mengikuti pelatihan yang khusus membahas apa yang disampaikan pada buku ini, silakan hubungi kami di Lembaga Pelatihan Manajemen LP2U Jl. Anggrek Nelimurni Blok B No. 12 Slipi – Jakarta Barat, Telp. (021) 5494719, Faks. (021)53678452, Email: lp2u_center@lycos.com. Akhirnya, ucapan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas selesainya penulisan buku ini. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Kingkin Anida, isteri dan kekasih yang selalu memberikan dukungan dan masukan yang berharga. Juga kepada anak-anak kami, Syahid, Faris, Sajjad, Fauzan, Sania, yang celotehnya menjadi “musik” yang mengiringi penulisan buku ini. Tak lupa juga kepada Bang Tizar –orang yang memperkenalkan penulis pada dunia “kemurobbian”-- dan rekan-rekan lainnya yang tak dapat kami sebutkan satu persatu. Selamat membina ! (Satria Hadi Lubis) DAFTAR ISI Prakata Daftar Isi Pendahuluan Bagian I : Tips Persiapan Bagian II : Tips Meningkatkan Kredibilitas dan Wibawa Bagian III : Tips Menarik Simpati Mad’u Bagian IV : Tips Memahami Mad’u Bagian V : Tips Menumbuhkan Solidaritas Bagian VI : Tips Meningkatkan Disiplin Bagian VII : Tips Memberikan Tugas Bagian VIII : Tips Meningkatkan Ruhiyah Bagian IX : Tips Mendinamiskan Sistem Halaqah Bagian X : Tips Lain-Lain PENDAHULUAN “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semsta alam” (QS. 21 : 107). Misi keberadaan kita di dunia ini tiada lain kecuali menjadi rahmat bagi semesta alam. Rahmat dalam pengertian menebarkan kasih sayang dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat. Misi tersebut tak bisa tidak mengharuskan kita hidup dalam jalan dakwah. Mengapa? Sebab hanya dakwah yang membuat seorang muslim konsisten mengajak orang lain ke arah kebaikan dan kasih sayang. Sedang jalan selain dakwah adalah jalan yang penuh ketidakpastian dan keraguan untuk merealisasikan misi keberadaan manusia muslim tersebut. Jalan yang seringkali menggelincirkan seseorang kepada sikap egois dan hanya mementingkan diri sendiri. Itulah sebabnya Allah mewajibkan setiap muslim berdakwah, agar mantap merealisasikan misi keberadaannya di muka bumi. Kewajiban tersebut bahkan sudah kita sandang sejak akil baligh. “Hai anakku, dirikanlah sholat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)” (QS. 31 : 18). Dakwah adalah jalan orang-orang yang mulia sepanjang masa. Saking mulianya jalan tersebut, Allah SWT sampai menyebutnya sebagai jalan “yang terbaik”. “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shaleh dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?” (QS. 41 : 33). Karena itu, amat ironis jika ada seorang muslim yang secara sadar meninggalkan jalan dakwah. Untuk berdakwah, kita perlu memahami tahapan dakwah. Secara umum, ada dua tahapan dakwah, yakni dakwah umum (‘ammah) dan dakwah khusus (khossoh). Dakwah ‘ammah adalah dakwah yang ditujukan kepada masyarakat umum tanpa adanya hubungan yang intensif antara da’i (orang yang berdakwah) dengan mad’u (orang yang didakwahi). Sebagian besar fenomena dakwah yang ada di masjid-masjid dan media massa adalah dakwah ‘ammah. Follow up (kelanjutan) dari dakwah ‘ammah adalah dakwah khossoh. Yakni dakwah kepada orang-orang terbatas yang ingin bersungguhsungguh mengamalkan Islam. Hubungan antara da’i dan mad’u berlangsung intensif pada dakwah khossoh. Umumnya, mad’u pada dakwah tahapan khusus ini dikumpulkan dalam kelompok-kelompok kecil berjumlah 3-12 orang yang disebut dengan halaqah (lingkaran). Di beberapa kalangan halaqah juga disebut dengan pengajian kelompok, mentoring, ta’lim, usroh, liqo’, dan lain-lain. Di dalam halaqah inilah murobbi (pembina) berada. Pengertian murobbi Murobbi adalah seorang da’i yang membina mad’u dalam halaqah. Ia bertindak sebagai qiyadah (pemimpin), ustadz (guru), walid (orang tua), dan shohabah (sahabat) bagi mad’unya. Peran yang multifungi itu menyebabkan seorang murobbi perlu memiliki berbagai keterampilan, antara lain keterampilan memimpin, mengajar, membimbing, dan bergaul. Biasanya, keterampilan tersebut akan berkembang sesuai dengan bertambahnya pengetahuan dan pengalaman seseorang sebagai murobbi. Peran murobbi berbeda dengan peran ustadz, muballigh atau penceramah pada tataran dakwah ‘ammah. Jika peran muballigh titik tekannya pada penyampaian materimateri Islam secara menarik dan menyentuh hati, maka murobbi memiliki peran yang lebih kompleks daripada muballigh. Murobbi perlu melakukan hubungan yang intensif dengan mad’unya. Ia perlu mengenal “luar dalam” mad’unya melalui hubungan yang dekat dan akrab. Ia juga memiliki tanggung jawab untuk membantu permasalahan mad’unya sekaligus bertindak sebagai pembina mental, spritual, dan (bahkan) jasmani mad’unya. Peran ini relatif tidak ada pada diri seorang muballigh. Karena itulah, mencetak murobbi sukses lebih sulit daripada mencetak muballigh sukses. Dalam skala makro, keberadaan murobbi sangat penting bagi keberlangsungan perjuangan Islam. Dari tangan murobbilah lahir kader-kader dakwah yang tangguh dan handal memperjuangkan Islam. Jika dari tangan muballigh lahir orang-orang yang “melek’ terhadap pentingnya Islam dalam kehidupan, maka murobbi melajutkan kondisi “melek” tersebut menjadi kondisi terlibat dan terikat dalam perjuangan Islam. Urgensi murobbi dalam perjuangan Islam bukan hanya retorika belaka, tapi sudah dibuktikan dalam sejarah panjang umat Islam. Dimulai oleh Nabi Muhammad saw sendiri ketika beliau menjadi murobbi bagi para sahabatnya. Kemudian dilanjutkan dengan para ulama salaf (terdahulu) dan khalaf (terbelakang), sampai akhirnya dipraktekkan oleh berbagai harakah (gerakan) Islam di seluruh belahan dunia hingga saat ini. Tongkat esatafeta perjuangan Islam tersebut dilakukan oleh para murobbi yang sukses membina kaderkader dakwah yang tangguh. Pada intinya, umat Islam tak mungkin mencapai cita-citanya jika dari tubuh umat Islam itu sendiri belum lahir sebanyak-banyaknya murobbi handal yang ikhlas mengajak umat untuk memperjuangkan Islam. Keutamaan murobbi Mengingat begitu pentingnya peran murobbi dalam keberlangsungan eksistensi umat dan dakwah, sudah seharusnya kita memiliki keseriusan untuk mencetak murobbi-murobbi sukses. Namun ternyata mencetak murobbi sukses bukanlah hal yang mudah. Ada berbagai kendala yang menghadang. Kendala tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga bagian. 1. Kendala kemauan Yakni kendala berupa belum munculnya kesadaran dan motivasi yang tinggi dari sebagian kita untuk menjadi murobbi. Mungkin disebabkan belum tahu pentingnya murobbi, belum percaya diri untuk menjadi murobbi, atau karena tidak menganggap prestisius peran murobbi dalam masyarakat. 2. Kendala kemampuan Yakni kendala berupa minimnya pengetahuan dan pengalaman menjadi murobbi. Memang, menjadi murobbi membutuhkan berbagai kemampuan yang perlu terus ditingkatkan. Beberapa kemampuan yang perlu dimiliki, misalnya pengetahuan agama, dakwah, pendidikan, organisasi, manajemen, psikologi, dan lain-lain. Kemampuan ini masih terbatas dimiliki oleh kebanyakan umat. 3. Kendala kesempatan Yakni kendala ketiadaan waktu dan kesempatan untuk menjadi murobbi. Kehidupan dunia yang penuh godaan materi ini membuat orang terlena untuk mengejarnya, sehingga tak punya waktu untuk memikirkan hal-hal yang strategis. Termasuk di dalamnya tak punya waktu untuk serius menjadi murobbi. Padahal keberlangsungan eksistensi umat sangat tergantung pada keberadaan murobbi-murobbi handal. Mestinya, berbagai kendala tersebut dapat diatasi dengan kekuatan iman dan taqwa kepada Allah swt. Tanpa kekuatan iman dan taqwa, obsesi menjadi murobbi sukses menjadi musykil dilakukan. Selain dengan iman dan taqwa, untuk mengatasi berbagai kendala itu kita juga perlu menyadari beberapa keutamaan menjadi murobbi, diantaranya : 1. Melaksanakan kewajiban syar’i. Menuntut ilmu wajib hukumnya dalam Islam. Apalagi jika yang dituntut itu ilmu Islam. Cara yang paling efektif menuntut ilmu Islam adalah dengan halaqah, seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad saw. Menurut kaidah fiqih, jika pelaksanaan kewajiban membutuhkan sarana, maka sarana itu menjadi wajib untuk diadakan. Logikanya, jika menuntut ilmu Islam itu wajib dan cara yang paling efektif menuntut ilmu Islam adalah halaqah, maka halaqah menjadi wajib untuk diadakan. Halaqah tidak akan berjalan efektif tanpa adanya dua pihak, pembina (murobbi) dan peserta (mad’u). Karena itu, menjadi murobbi dan mad’u menjadi wajib juga. Allah berfirman : “..Hendaklah kamu menjadi orang-orang robbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya” (QS. 3 :79). Pada ayat tersebut, Allah menyuruh setiap muslim menjadi murobbi (mengajarkan Al Kitab) dan menjadi mad’u (mempelajari Al Kitab). Tidak boleh hanya mau menjadi mad’u saja, tapi tidak mau menjadi murobbi. Jadi kesimpulannya, setiap muslim wajib mengupayakan dirinya untuk menjadi murobbi. 2. Menjalankan sunnah rasul. Rasulullah saw telah membina sahabat-sahabatnya dalam majelis zikir atau halaqah. Rasulullah membina halaqah selama hidupnya, baik ketika di Mekah (contohnya di Darul Arqom) maupun di Madinah (contohnya majelis ta’lim di Masjid Nabawi). Jadi, menjadi murobbi berarti melaksanakan sunnah rasul (kebiasaan Rasulullah saw). “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan hikmah (Sunnah Rasul), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui” (QS. 2 : 151). 3. Mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Barangsiapa yang mengajarkan Islam kepada orang lain maka ia akan mendapatkan pahala. Semakin efektif sarana pengajarannya, semakin berlipat ganda pahala yang akan didapatkan. Halaqah adalah sarana yang paling efektif untuk mengajar Islam. Karena itu, menjadi murobbi akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda. 4. Mencetak pribadi-pribadi unggul Nabi Muhammad saw adalah murobbi yang telah berhasil mencetak generasi terbaik sepanjang masa. Oleh sebab itu, menjadi murobbi berarti turut membina pribadi-pribadi unggul harapan umat dan bangsa. Sangat aneh jika seorang muslim tidak mau menjadi murobbi padahal ia sebenarnya sedang melakukan tugas yang besar dan penting bagi masa depan umat dan bangsa. 5. Belajar berbagai keterampilan Dengan membina, seorang murobbi akan belajar tentang berbagai hal. Misalnya, ia akan belajar tentang bagaimana cara meningkatkan kepercayaan diri, komunikasi, bergaul, mengemukakan pendapat, mempengaruhi orang lain, merencanakan sesuatu, menilai orang lain, mengatur waktu, mengkreasikan sesuatu, mendengar pendapat orang lain, mempercayai orang lain, dan lain sebagainya. Pembelajaran tersebut belum tentu didapatkan di sekolah formal. Padahal manfaatnya begitu besar, bukan hanya akan meningkatkan kualitas pembinaan selanjutnya, tapi juga bermanfaat untuk kesuksesan hidup seseorang. 6. Meningkatkan iman dan taqwa. Dengan menjadi murobbi, seseorang akan dapat meningkatkan iman dan taqwanya kepada Allah SWT. Secara psikologis, orang yang mengajarkan orang lain akan merasa seperti menasehati dirinya sendiri. Ia akan berupaya meningkatkan iman dan taqwanya kepada Allah seperti yang ia ajarkan kepada orang lain. Dampaknya, hidupnya akan menjadi tenang karena dekat dengan Allah dan terhindar dari kemaksiatan. 7. Merasakan manisnya ukhuwah Untuk mencapai sasaran-sasaran halaqah, murobbi dituntut mampu bekerjasama dengan peserta halaqah. Kerjasama tersebut akan berbuah pada manisnya ukhuwah Islamiyah di antara murobbi dan mad’u. Betapa banyak orang Islam yang tidak dapat merasakan manisnya ukhuwah. Namun dengan menjadi murobbi, seorang muslim akan berpeluang untuk merasakan manisnya ukhuwah. Dengan mengetahui berbagai keutamaan murobbi tersebut, tak alasan lagi bagi kita untuk mengelak menjadi murobbi. Kita harus berupaya sekuat tenaga untuk menjadikan diri kita sebagai murobbi yang sukses membina mad’u. Inilah pekerjaan besar yang masih banyak “lowongannya”. Inilah tugas besar yang menanti kita untuk meresponnya. Syarat Murobbi Lalu siapa saja yang boleh menjadi murobbi? Sebenarnya setiap orang Islam boleh dan berhak menjadi murobbi. Tidak ada alasan untuk melarang seseorang menjadi murobbi. Sebab menjadi murobbi adalah bagian dari pekerjaan dakwah. Dan dakwah merupakan kewajiban setiap muslim. Jadi setiap muslim boleh saja menjadi murobbi sebagai salah satu pelaksanaan kewajiban dakwahnya. Namun agar murobbi tidak mengalami kesulitan dalam membina mad’unya, ia perlu memenuhi beberapa persyaratan, antara lain: 1. Memiliki pengetahuan tentang Islam sebagai minhajul hayah (metode hidup), khususnya menguasai kurikulum halaqah (yang biasanya dibuat oleh jama’ah). 2. Mempunyai kemampuan membaca dan menulis huruf Arab, meskipun tingkat dasar. 3. Tidak terbata-bata dalam membaca Al Qur’an. 4. Mempunyai kemampuan mengorganisir. 5. Mempunyai kemampuan merespon dan menyelesaikan masalah. 6. Mempunyai kemampuan menyampaikan ide dan pengetahuannya kepada orang lain. 7. Berusaha menghiasi dirinya dengan akhlaq Islami, khususnya akhlaq sebagai seorang murobbi. Tugas dan hak murobbi Sebagai pemimpin dalam halaqah, murobbi perlu memahami tugas-tugasnya. Tugas murobbi adalah : 1. Memimpin pertemuan. 2. Mengambil keputusan dalam syuro’ halaqah. 3. Menasehati dan mengupayakan pemecahan masalah mad’u. 4. Mempertimbangkan berbagai usulan dan kritik mad’u. 5. Mengawasi dan mengkoordinir penghimpunan dan penyaluran infaq. 6. Menghidupkan suasana ruhiyah, fikriyah dan da’wiyah dalam halaqah. 7. Membangun kinerja halaqah yang solid, sehat, dinamis, produktif dan penuh ukhuwah. 8. Memahami dan menguasai kondisi mad’u serta meningkatkan potensi mereka. 9. Meneruskan dan mensosialisasi informasi dan kebijakan jama’ah. 10. Mengupayakan terealisirnya berbagai program halaqah dan jama’ah dalam lingkup halaqah. Untuk melaksanakan tugas tersebut, murobbi mempunyai hak untuk : 1. Didengar dan ditaati. 2. Dimintai pendapat. 3. Dihargai dan dihormati. 4. Mengajukan permintaan bantuan untuk melaksanakan tugas. 5. Memutuskan kebijakan. 6. Membentuk kepengurusan halaqah. Tujuan dan sasaran halaqah Semua tugas dan hak murobbi tersebut diarahkan untuk mencapai tujuan halaqah, yakni membentuk pribadi Islami dan da’iyah (Syakhsiyah Islamiyah wad da’iyah). Tujuan tersebut dijabarkan dalam empat sasaran halaqah, yaitu : 1. Tercapainya 10 muwashofat (sifat-sifat) tarbiyah a. Aqidah yang bersih (salimul aqidah) b. Ibadah yang benar (shohihul ibadah) c. Akhlaq yang kokoh (matinul khuluq) d. Penghasilan yang baik dan cukup (qodirul ‘alal kasbi) e. Pikiran yang berwawasan (mutsafaqul fikr) f. Tubuh yang kuat (qowiyul jism) g. Mampu memerangi hawa nafsu (mujahidu linafsihi) h. Mampu mengatur segala urusan (munazhom fi syu’unihi) i. Mampu memelihara waktu (haritsun ‘ala waqtihi) j. Bermanfaat bagi orang lain (nafi’un lighoirihi) 2. Tercapainya ukhuwah Islamiyah 3. Tercapainya produktifitas dakwah (berupa tumbuhnya da’i dan murobbi baru) 3. Tercapainya pengembangan potensi mad’u Alasan sistematika penulisan Di dalam buku ini, kami menguraikan 114 tips (kiat) menjadi murobbi sukses. Tips sebanyak 114 ini sebenarnya dapat dikurangi atau ditambahkan lagi, tapi kami sengaja membatasinya menjadi 114 tips agar sama dengan jumlah surah dalam Al Qur’an. Kami berharap dengan kesamaan jumlah ini Anda lebih mudah mengingatnya. Kami juga berharap agar kesamaan jumlah 114 ini, ruh Al Qur’an dapat “berpindah” kepada Anda, para pembaca, khususnya kepada mereka yang ingin menjadi murobbi sukses. Kami berharap semoga amal mereka selalu diiringi dengan semangat Al Qur’an. Kami juga membagi buku ini dalam 10 bagian, yakni : Bagian I : Tips Persiapan Bagian II : Tips Meningkatkan Kredibilitas dan Wibawa Bagian III : Tips Menarik Simpati Mad’u Bagian IV : Tips Memahami Mad’u Bagian V : Tips Menumbuhkan Solidaritas Bagian VI : Tips Meningkatkan Disiplin Bagian VII : Tips Memberikan Tugas Bagian VIII : Tips Meningkatkan Ruhiyah Bagian IX : Tips Mendinamiskan Sistem Halaqah Bagian X : Tips Lain-Lain Pembagian tersebut untuk memberikan kesempatan kepada Anda melakukan jeda (istirahat) ketika membaca buku ini. Selain itu, untuk mempermudah Anda mencari tips tertentu yang sesuai dengan kebutuhan Anda. Namun jika pembaca memperhatikan, sebenarnya pembagian tersebut kurang tepat untuk beberapa tips. Ada beberapa tips yang mungkin cocok dimasukkan dalam beberapa bagian. Mungkin juga ada beberapa tips yang menurut Anda kurang pas ditempatkan pada bagian tertentu. Hal ini dapat kami maklumi. Yang penting bagi kami, pesan kami dapat sampai kepada Anda, tanpa terlalu mempersoalkan di bagian mana sebaiknya tips tersebut ditempatkan. Di setiap tips, kami juga menyampaikan dalil Al Qur’an dan Hadits atau kata-kata bijak dari beberapa ulama dan tokoh dakwah. Tujuannya agar Anda mendapatkan nuansa yang lebih luas dari tips yang kami sampaikan. Mudah-mudahan hal tersebut bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan keyakinan kita tentang pentingnya penggunaan tips tersebut dalam mengelola halaqah. Kami juga memohon maaf jika dalam sumbangan kecil kami ini masih ada hal-hal yang kurang berkenan. Kami tidak mengklaim bahwa apa yang kami sampaikan ini merupakan satu-satunya cara yang harus digunakan untuk menjadi murobbi sukses. Mungkin, para murobbi lain mempunyai tips berbeda yang juga berhasil mengantarkan mad’u-mad’unya menjadi kader dakwah yang iltizam (komitmen) kepada Islam. Akhirul kalam, kami kembalikan semuanya kepada Allah SWT. Kami memohon taufik dan pertolongan Allah. Sesungguhnya Dia mampu berbuat apa saja yang dikehendakinya. Bagian I : TIPS PERSIAPAN 1. Luruskan niat Anda “Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar (QS. 4 : 146). Hal yang pertama harus dilakukan sebelum Anda melakukan berbagai tips murobbi sukses adalah meluruskan niat. Niat merupakan pangkal diterimanya amal. Percuma Anda beramal kalau niat tidak ikhlas. Luruskan niat Anda dalam membina sematamata karena Allah SWT (ikhlas). Semata-mata karena perintah Allah SWT. Allah memerintahkan Anda untuk menjadi da’i dan murobbi. “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah (berdakwah), mengerjakan amal yang saleh dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orangorang yang berserah diri?” (QS. 41:33). Lakukan pembinaan (memegang halaqah) karena mengharap ridho Allah SWT. Tepis jauh-jauh niat selain ikhlas, seperti niat ingin populer, ingin mendapatkan pengikut, ingin mengisi waktu luang, ingin mendapatkan ilmu, ingin dipuji oleh orang lain, apalagi ingin mendapatkan uang! Istighfarlah kepada Allah jika timbul percikan niat ke arah itu. Bagaimana jika niat kita belum ikhlas, misalnya membina karena disuruh murobbi atau jama’ah? Apakah kita harus menghentikan amal? Jika niat belum ikhlas, lakukan terus pembinaan sambil Anda berusaha meluruskan niat. Jangan berhenti beramal gara-gara merasa niat tidak ikhlas. Hal itu merupakan godaan syetan. Berbuatlah terus sambil terus istghfar, dan berdoalah kepada Allah agar ia membantu Anda mengikhlaskan niat. 2. Jangan lupa mempersiapkan materi “Da’i harus memiliki argumen yang kuat untuk mendukung makna yang diutarakan dan harus memperhatikan kesesuaian argumen dengan makna tersebut. Ia memiliki keluasan dalam memilih argumen, sebab ayar-ayat Al Qur’an, hadits-hadits Rasul, sirah Nabawiyah yang harum, dan sejarah Islam adalah argumen yang kuat yang dapat digunakan untuk memperkuat pembicaraan” (Musthafa Masyhur). Salah satu kebiasaan buruk murobbi yang sering dijumpai adalah tidak mempersiapkan materi. Mereka tampil spontan. Mungkin merasa mad’u sudah tsiqoh (percaya) dengan mereka, sehingga tidak bakalan hengkang. Padahal Shakespeare pernah mengingatkan, “Barangsiapa naik panggung tanpa persiapan, ia akan turun panggung dengan kehinaan”. Hasilnya, mad’u mungkin tidak hengkang. Tapi penyajian materi terasa hambar, monoton dan tidak aktual, karena tidak dipersiapkan sebelumnya. Akhirnya, mad’u lama kelamaan merasa bosan dan merasa tidak bertambah wawasannya. Mad’u jadi suka absen, atau paling tidak hadir tanpa antusias yang tinggi. Karena itu, persiapkanlah materi yang akan Anda sampaikan di halaqah. Persiapkan walau hanya sebentar (10-15 menit). Idealnya, persiapan yang perlu Anda lakukan minimal 60 menit, agar Anda dapat mempersiapkan materi lebih komprehensif. Siapkan dalil naqli (dalil dari Al Qur’an dan Hadits) dan aqli (dalil secara rasional), data dan fakta terbaru, ilustrasi dan perumpamaan, contoh-contoh kasus, bahan humor, pertanyaan yang mungkin diajukan, bahasa non verbal yang perlu dilakukan, metode belajar yang cocok dan media belajar yang diperlukan. Dengan persiapan prima, niscaya Anda akan tampil di halaqah bagaikan aktor kawakan yang mampu menyedot perhatian penonton (mad’u). 3. Catat apa yang akan Anda bicarakan dengan mad’u “Dan hendaklah ia rapi dalam segala urusannya” (Musthafa Masyhur). Selain mempersiapkan materi, hal yang perlu Anda persiapkan sebelum mengisi halaqah adalah mencatat apa yang akan Anda bicarakan dengan mad’u. Misalnya, mencatat apa saja yang akan dievaluasi, apa saja informasi dan instruksi yang akan disampaikan, atau siapa yang akan Anda ajak bicara tentang sesuatu hal. Dengan mencacat, Anda akan ingat apa yang akan Anda bicarakan dengan mad’u. Tapi jika mengandalkan ingatan, Anda akan lupa karena saking banyaknya hal yang perlu Anda sampaikan kepada mad’u. Kelupaan tersebut dapat berakibat fatal, jika yang akan Anda bicarakan adalah hal yang penting dan mendesak. Anda mungkin terpaksa membicarakannya di luar halaqah via telpon. Hasilnya, tentu tidak seefektif jika Anda sampaikan secara tatap muda di depan halaqah. Nah.. agar tidak lupa, catat apa yang akan Anda sampaikan kepada mad’u di buku atau di kertas Anda sebelum Anda mengisi halaqah. 4. Persiapkan fisik Anda Sesungguhnya badanmu memiliki hak atas dirimu (HR. Bukhari dan Muslim). Lho, apa hubungannya fisik dengan murobbi? Persiapan fisik bukan berarti Anda sebagai murobbi harus gagah dan kekar seperti Ade Rai (seorang binaragawan) atau lemah gemulai seperti Cleopatra (ratu cantik dari Mesir Kuno). Tapi yang dimaksud persiapan fisik disini adalah seorang murobbi harus sehat dan segar, terutama menjelang mengisi halaqah. Jika tampang Anda lesu dan lelah saat mengisi halaqah, hal itu dapat berdampak pada suasana halaqah yang lesu seperti tampang Anda. Kelelahan sebelum mengisi halaqah juga dapat berdampak pada munculnya rasa malas dan jenuh. Misalnya, sebelum mengisi halaqah Anda sudah terlalu letih dengan berbagai aktivitas, sehingga ketika mau halaqah tinggal capenya doang. Akhirnya, Anda jadi malas mengisi halaqah. Kemudian membuat seribu satu alasan untuk membenarkan ketidakhadiran Anda dalam halaqah. Hal ini, jika dibiasakan, tidak akan sehat bagi perkembangan halaqah Anda. Karena itu, hindari kondisi fisik yang terlalu lelah dan letih sebelum mengisi halaqah. Caranya, dengan istirahat yang cukup (jika perlu tidur dulu). Hindari aktivitas yang terlalu padat dan melelahkan sebelum mengisi halaqah. Kalau perlu, pindahkan sebagian aktivitas Anda ke hari lain agar waktu Anda lebih luang sebelum mengisi halaqah. Selain itu, agar jangan sering absen karena sakit, Anda perlu berolahraga secara teratur, juga istirahat yang cukup dan makan makanan bergizi. 5. Tingkatkan kepercayaan diri Anda “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman” (QS. 3 : 139). Persiapan materi dan persiapan fisik tak akan banyak berarti jika Anda minder ketika mengisi halaqah. Semua yang akan Anda sampaikan jadi buyar. Rencana Anda jadi berantakan. Memang, kepercayaan diri yang tinggi amat penting ketika kita ingin berbicara di depan banyak orang. Bahkan kepercayaan diri yang tinggi dapat menutupi kekurangan kita (seperti tidak siap materi atau kelelahan fisik). Oleh karena itu, tingkatkan kepercayaan diri Anda, terutama sebelum mengisi halaqah. Caranya dengan banyak mengingat-ingat kelebihan dan prestasi Anda, membayangkan kesuksesan yang akan Anda dapatkan, meyakini bahwa Anda lebih baik dari yang Anda kira, dan meyakini bantuan Allah kepada orang-orang yang berdakwah. Jika di tengah-tengah penampilan Anda mengisi halaqah muncul perasaan gugup dan minder, buang jauh-jauh pikiran itu. Yakini bahwa hal itu merupakan godaan syetan. Yakini juga bahwa orang yang ada di hadapan Anda pasti memiliki kekurangan. Bahkan kekurangannya mungkin lebih banyak dari yang Anda kira. Kalau perlu, Anda bayangkan mereka dengan hal-hal yang lucu. Misalnya, dengan memvisualisikan mereka seperti bayi-bayi yang lucu, anak-anak yang manja, remaja idiot, orang tua cerewet, kakek nenek ompong, dan lain-lain. Dengan membayangkan yang lucu, kegugupan Anda akan sirna. Kepercayaan diri Anda akan meningkat. 6. Belajarlah jadi murobbi dengan mad’u yang derajatnya lebih “rendah” “dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orangorang yang beriman” (QS. 26 : 215). Ada satu tips yang dapat dilakukan jika Anda merasa tidak PD (Percaya Diri) membina. Latihlah kepercayaan diri Anda dengan membina halaqah yang derajatnya lebih “rendah”. Misalnya, jika Anda mahasiswa dan belum PD membina mahasiswa, tangani lebih dulu anak-anak SMU. Kalau itu pun belum PD juga, cari mad’u yang lebih rendah lagi, yakni anak-anak SMP. Jika itu pun belum PD, cari mad’u anakanak SD atau TK. Tentu pada saat menangani anak SD atau TK namanya bukan lagi halaqah, tapi TPA (Taman Pendidikan Al Qur’an). Nah....jika nanti sudah PD menangani mad’u yang derajatnya lebih “rendah”, baru mencoba menangani mad’u yang derajatnya “sama” (misalnya sesama mahasaiswa). Bahkan jika PD sudah prima, Anda bisa menangani mad’u yang derajatnya lebih “tinggi” daripada Anda. Misalnya, jika Anda mahasiswa, Anda berani membina lulusan sarjana atau menangani para eksekutif. Jadi, latihlah PD Anda secara berangsur-angsur, Insya Allah Anda akan menjadi murobbi yang PD membina. Ingat! Muhammad Ali menjadi petinju besar bukan karena langsung bertanding dengan petinju kaliber dunia, tapi mulai dari menghadapi petinju kelas “kampung”. Karena itu, jika Anda kurang PD membina, carilah lebih dahulu sparring partner yang derajatnya lebih “rendah” dari Anda. 7. Siapkan materi cadangan “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi…” (QS. 8 : 60). Ibarat tentara yang akan berperang membawa senjata cadangan, murobbi juga perlu demikian. Anda sebagi murobbi perlu menyiapkan materi cadangan. Mengapa? Kadangkala kondisi halaqah tidak sesuai dengan yang kita bayangkan. Misalnya, Anda berharap semua mad’u hadir tapi ternyata yang hadir hanya segelintir, sehingga Anda merasa sayang jika memberikan materi tanpa didengar oleh semua mad’u. Atau ketika Anda mengobrol dengan mad’u sebelum acara halaqah dimulai, ternyata ada masalah mendesak yang perlu segera diberikan solusi melalui taujih (pemberian materi). Atau karena sesuatu hal, waktu Anda menyampaikan materi menjadi sangat sempit. Nah! Pada saat-saat seperti itu materi yang Anda persiapkan mungkin kurang relevan lagi untuk disampaikan, sehingga Anda perlu menyampaikan materi lain yang lebih cocok dengan perubahan situasi halaqah yang mendadak. Disinilah pentingnya Anda menyiapkan materi cadangan. Kalau bisa, materi cadangan yang dipersiapkan lebih dari satu materi. Sebaiknya juga, materi cadangan adalah materi yang singkat, praktis, dan tidak terlalu banyak menggunakan dalil atau data. 8. Simpan stock materi seperti dokumen berharga “Begitulah hendaknya seorang akh, ia selalu rapi dalam semua urusannya, di rumah, di tempat kerja dan kantornya serta semua urusannya” (Musthafa Masyhur) Bagaimana agar Anda menjadi murobbi yang kompeten di mata mad’u? Salah satu caranya adalah mempunyai stock (persediaan) materi yang banyak, sehingga tidak terkesan Anda “kehabisan” materi. Dengan stock materi yang banyak, Anda dapat membina mad’u selama bertahun-tahun, mungkin malah puluhan tahun (jika perlu). Biasanya, murobbi mendapatkan materi secara estafeta dari struktur dakwah di atasnya. Nah…jika Anda mendapatkannya, simpan materi dengan baik layaknya dokumen berharga. Kalau perlu simpan di tempat khusus. Sebaiknya, stock materi disimpan dalam file-file sesuai dengan urutan pokok bahasan atau jenjang halaqah, sehingga ketika Anda membutuhkannya mudah mencarinya. Jaga agar catatan atau file materi Anda tidak rusak dan hilang. Jika ada yang meminjamnya, segera minta kembali. Selain sebagai persiapan untuk memberikan materi kepada mad’u, stock materi juga berguna sebagai bahan referensi untuk “meramu” materi baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan mad’u. 9. Sabarlah terhadap proses perkembangan mad’u “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami” (QS. 32 : 24). Sebagai murobbi, Anda harus mempunyai stock (persedian) sabar yang banyak. Terutama sabar terhadap proses perkembangan mad’u. Sebab jika tidak sabar, Anda akan cepat kecewa, stres, dan uring-uringan sendiri melihat berbagai polah mad’u yang seringkali tidak sesuai dengan harapan Anda. Ketika membina, Anda menghadapi manusia yang heterogen pemahamannya terhadap Islam. Ada yang cepat berubah (dan ini yang menggembirakan), tapi ada juga yang lambat. Kepada mad’u yang lambat ini, murobbi harus sabar menghadapinya. Jangan cepat pesimis dan putus asa. Apalagi “memecatnya” dari halaqah, karena Anda tak tahan dengan polahnya. Dalam realitanya, Anda akan sering menjumpai mad’u yang terlihat lambat berubah. Terhadap mad’u semacam ini, Anda jangan cepat menyimpulkan bahwa ia tidak prospektif. Justru mad’u semacam ini yang seringkali lebih bertahan lama dalam halaqah dan lebih prospektif untuk dakwah di kemudian hari. Sebaliknya, mad’u yang di awal halaqah terlihat antusias dan cepat berubah, malah seringkali justru cepat juga minggat dari halaqah. Jika pun bertahan, ia lebih banyak “menyumbang” masalah daripada “menyumbang” solusi. Karena itu, sabarlah terhadap proses perkembangan mad’u. Jangan cepat menyimpulkan dan jangan cepat putus asa terhadap mad’u yang terlihat lambat berubah. 10. Beri angka 10 di dahi mad’u “Kamu adalah umat terbaik yag dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah” (QS. 3 : 110) Apa maksudnya? Apakah maksudnya Anda mencoretkan angka 10 di dahi mad’u dengan spidol? Tentu saja bukan. Maksudnya, Anda selalu membayangkan mad’u dengan pandangan optimis bahwa mereka akan menjadi orang-orang besar kelak. Anda optimis mereka akan menjadi orang-orang sukses di kemudian hari. Anda yakin mereka akan berubah lebih baik lagi. Angka 10 melambangkan optimisme Anda yang besar terhadap mereka. Sebagai murobbi Anda harus yakin mad’u lebih banyak kelebihannya daripada kekurangannya. Anda harus optimis mereka akan berhasil dibina. Anda harus yakin mereka bukanlah sembarang orang, tapi calon pemimpin bangsa dan umat. Sikap optimisme ini akan mempengaruhi perilaku Anda ketika membina mereka. Sebab menurut pakar kepemimpinan, jika pemimpin ingin merubah orang mulailah dari perubahan paradigma terhadap orang tersebut. Jika pemimpin memiliki paradigma bahwa orang yang ia bina dapat berubah, maka orang tersebut akan berubah sesuai dengan apa yang ia persepsikan. Sebaliknya, jika seorang pemimpin pesimis anak buahnya akan berubah menjadi lebih baik, maka seperti itulah yang akan terjadi. Karena itu, beri angka 10 pada dahi mad’u Anda, bukan angka 6. Yakin dan optimislah terhadap perubahan mad’u Anda ke arah yang lebih baik lagi, jangan pesimis dan putus asa. Pandanglah mad’u Anda bukan seperti apa adanya, tapi seperti apa seharusnya. 11. Yakin akan sukses membina “Kami percaya bahwa tabir yang memisahkan antara kami dan keberhasilan hanyalah keputusasaan” (Hasan Al Banna). Keberhasilan itu berawal dari pikiran. Jika kita berpikir akan gagal maka kegagalan akan datang di pelupuk mata. Sebaliknya, jika kita berpikir akan sukses maka kesuksesan akan menjelang. Rasulullah saw adalah murobbi yang yakin akan sukses membina. Ia tidak pernah merasa pesimis membina mad’unya. Sejarah mencatat Rasulullah saw berhasil mencetak orang-orang terbaik sepanjang masa. Anda bisa bayangkan, bagaimana orang buta seperti Abdullah Ummu Maktum ra, orang yang cacat seperti Abdulah bin Mas’ud ra, dan orang yang dianggap hina, seperti Bilal bin Robbah ra, dapat tumbuh berkembang menjadi orang-orang terbaik di masyarakatnya. Semua itu tak bisa lepas dari keyakinan Nabi, sebagai murobbi, bahwa ia akan sukses membina mad’unya. Karena itu, jangan sepelekan keyakinan akan sukses sebelum Anda sukses membina. Anda perlu menanamkan keyakinan tersebut dengan kuat di hati sanubari Anda. Hilangkan keraguan-keraguan akan sukses. Semakin Anda yakin, semakin besar peluang kesuksesan Anda. Mengapa? Karena keyakinan, disadari atau tidak, mengubah sikap dan perilaku Anda. Jika Anda yakin akan sukses, maka sikap dan perilaku Anda akan mengarah kepada kesuksesan. Begitu pun sebaliknya. Jika pikiran kegagalan masuk ke dalam kepala Anda, segera buang jauh-jauh pikiran itu. Anggap itu sebagai godaan syetan yang ingin menggagalkan tekad Anda menjadi murobbi sukses. Syetan menginginkan agar umat ini tidak terbina dengan langkanya para dai dan murobbi yang sukses berdakwah. Bagian II : TIPS MENINGKATKAN KREDIBILITAS DAN WIBAWA 12. Tambah pengetahuan Anda “Seorang da’i harus mengetahui berbagai persoalan agama, karena ia akan selalu menghadapi berbagai persoalan agama dan penafsirannya yang dihadapi oleh para pendukungnya. Disamping itu perlu juga memiliki wawasan fikir Islam, agar dapat memandang semua persoalan dan kejadian dengan pandangan Islam dan menghukumnya dengan kacamata Islam” (Musthafa Masyhur). Sebagai murobbi, Anda jangan seperti jalan yang dilalui kendaraan. Artinya, Anda hanya dilalui mad’u Anda, karena pengetahuan Anda tertinggal dibandingkan mad’u. Mungkin pada awal halaqah, mad’u terkagum-kagum dengan pengetahuan Anda, tapi lama kelamaan kekaguman itu hilang. Mengapa? Karena pengetahuan Anda tidak bertambah. Mad’u hanya mendapatkan pengetahuan yang sama dari waktu ke waktu. Akhirnya, ia jadi bosan dan tidak antusias untuk halaqah karena suasana terlalu monoton. Mungkin ia akan lari dari Anda untuk mencari murobbi lain yang pengetahuannya lebih tinggi. Oleh sebab itu, tambahlah terus menerus pengetahuan Anda, jika tidak ingin ditinggalkan mad’u (seperti jalan yang dilalui kendaraan). Banyaklah membaca, berdiskusi, mengikuti seminar, menghadiri forum-forum majelis ilmu, dan lain-lain. Tambahlah pengetahuan Anda dalam berbagai bidang, terutama bidang agama dan sosial. Juga tambahlah pengetahuan di bidang yang sesuai dengan potensi Anda. Jika pengetahuan Anda tidak bertambah, Anda juga akan bosan menghadiri halaqah karena harus mengulang-ulang materi yang sama. 13. Tambah pengalaman Anda “Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah; Karena itu berjalanlah di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)” (QS. 3 : 137). Semakin tinggi “jam terbang” Anda sebagai murobbi, semakin ahli Anda membina. Pengalaman sangat dibutuhkan dalam membina. Persis seperti profesi montir yang semakin terampil kalau berpengalaman. Untuk mengakselarasi pengalaman Anda, sering-seringlah membaca buku tentang cara membina halaqah (seperti membaca buku ini, misalnya) dan sering-seringlah berdiskusi antar sesama murobbi untuk tukar menukar pengalaman. Jika Anda pernah gagal membina, janganlah kecewa. Anggap itu sebagai pengalaman berharga. Pelajari faktor-faktor kegagalannya untuk bekal membina di kemudian hari. Cobalah terus membina walau sering gagal. Hindari rasa putus asa. Apalagi cepat menyimpulkan bahwa Anda tidak berbakat membina gara-gara sering gagal. Percayalah! Semakin sering Anda membina berbagai kelompok halaqah (walau sering gagal), semakin terampil Anda membina. Kelak kegagalan Anda akan semakin berkurang karena Anda semakin berpengalaman. Bahkan mungkin suatu saat kelak Anda berhak mendapat gelar Ph.D (Pakar Halaqah dan Dakwah). 14. Katakan tidak tahu, jika memang tidak tahu “…Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh” (QS. 33 : 72). Bila mad’u menyampaikan pertanyaan, terutama tentang hukum agama, yang Anda sendiri tak tahu jawabannya, maka katakan saja secara jujur bahwa Anda tak tahu. Jangan sok tau untuk menjawab pertanyaan yang memang belum diketahui. Hal itu sama saja menjerumuskan mad’u pada pengetahuan yang salah. Dan jika suatu ketika ia tahu jawaban Anda salah, kredibilitas Anda di matanya akan jatuh. Lain kali, ia akan ragu-ragu dengan jawaban Anda terhadap pertanyaan lain, walau jawaban itu benar. Tsiqoh (kepercayaan)nya kepada Anda juga bisa goyah gara-gara Anda sok tau. Percayalah! Jika Anda menjawab dengan jujur bahwa Anda tak tahu, maka hal itu tidak akan menjatuhkan wibawa Anda. Justru mereka akan simpati kepada Anda, karena Anda jujur dan tidak sok tau. Mereka akan lebih simpati lagi jika Anda kemudian mencoba mencari tahu jawaban pertanyaan tersebut dan kemudian menyampaikannya kepada mereka pada pertemuan selanjutnya. 15. Jangan terlalu banyak bercanda “Janganlah berbantah-bantahan dengan saudaramu dan jangan bersendau gurau dengannya (HR. Tirmidzi). Murobbi mestinya dikesankan oleh mad’unya sebagai orang yang serius. Unsur serius harus melekat pada diri murobbi, karena murobbi adalah pejuang Islam. Seorang pejuang Islam harus serius karena ia sedang mengerjakan pekerjaan yang besar dan penting. Agar tampak serius, murobbi jangan terlalu banyak bercanda dengan mad’unya, baik di dalam atau di luar halaqah. Sebab hal itu akan memberi kesan sebaliknya, kesan sebagai pelawak, bukan pejuang Islam. Namun, jangan juga Anda sampai dikesankan mad’u sebagai orang yang terlalu serius, bahkan mungkin kaku dan angker. Anda perlu dikesankan juga oleh mad’u sebagai orang yang ramah dan supel. Untuk itu, sesekali boleh juga Anda bercanda dengan mad’u. Bercanda itu seperti garam dalam makanan. Perlu ada, tapi jangan terlalu banyak. 16. Hapal beberapa ayat/hadits “favorit” “Karenanya, al akh da’i harus selalu bersemangat membekali diri dengan ilmunya, menghafalkan ajat-ayat Qur’an dan hadist Rasul semampunya, selalu mentelaah sirah Nabawiyah dan sejarah Islam. Di situ ia akan mendapatkan bekal bagus yang dapat membantu dakwahnya” (Musthafa Masyhur). Anda ingin menjadi murobbi yang tampak kompeten? Hapalkan sebanyak mungkin ayat dan hadits. Namun, jika Anda tak punya waktu untuk menghapal banyak ayat dan hadits, hapalkan saja beberapa ayat dan hadits “favorit”. Yakni ayat dan hadits yang sifatnya umum dan sering diungkap orang. Misalnya, surah 21 : 107, 3 : 85, 2 : 120, 2 : 108, hadits “ballighu ‘anni walau ayah, innamal a’malu bin niyyah, tholabul ilmi faridhotun ‘alal muslim, dan lain-lain. Dengan menghapal ayat dan hadits “favorit” serta sering menyebutkannya di hadapan mad’u, Anda akan tampak lebih kompeten. Kekurangan Anda yang hanya hapal sedikit ayat/hadits akan tertutupi. Mad’u tak tahu bahwa Anda sebenarnya hanya punya hapalan yang itu-itu saja. Bahkan mungkin Anda sudah dipanggilnya dengan “ustadz”. Suatu hal yang keliru, jika Anda jarang menyebut ayat dan hadist dalam penyampaian materi Anda. Kredibilitas Anda bisa berkurang, Anda mungkin dianggap mad’u kurang layak untuk membina mereka. 17. Berikan informasi eksklusif “..Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman” (QS. 61 : 13). Salah satu cara agar Anda cepat dipercaya mad’u adalah memberikannya informasi yang menurutnya eksklusif (istimewa). Informasi eksklusif dapat berupa informasi yang jarang diekspos media massa, informasi yang diekspos media massa tapi Anda mendapatkan informasi “bocoran” yang berbeda, informasi yang menurut mad’u adalah amniyah (padahal tidak), informasi tentang diri Anda yang belum banyak diketahui orang lain, dan informasi tentang rencana Anda terhadap halaqah atau terhadap diri mad’u. Dengan memberikan informasi ekslusif, mad’u akan merasa dipercaya oleh Anda, sehingga ia pun akan percaya dengan Anda. Dari kepercayaan tersebut, ia akan lebih terbuka menyampaikan permasalahannya kepada Anda, sehingga Anda dapat lebih cepat dan tepat memahami mad’u. Pemahaman yang tepat terhadap mad’u akan memudahkan Anda dalam membinanya. Namun perlu diingat, yang dinamakan informasi ekslusif bagi setiap mad’u bisa berbeda-beda. Bagi mad’u tertentu suatu informasi mungkin menurutnya eksklusif, tapi bagi mad’u lain mungkin tidak. Selain itu, informasi eksklusif bukanlah informasi bohong (isyu). Jika informasi bohong yang Anda berikan, dan mad’u mengetahuinya, maka kredibilitas Anda akan turun. Bukan juga informasi eksklusif itu berupa informasi amniyah. Jika itu yang Anda lakukan berarti Anda telah melanggar amniyah. 18. Jangan mau dibayar “Kalau bukan karena murid, guru tidak akan mendapatkan pahala. Oleh karena itu, janganlah Anda meminta upah kecuali dari Allah ta’ala, sebagaimana firman Allah mengisahkan Nuh as, “Wahai kaumku. Aku tidak meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanya dari Allah” (QS. 11 : 29) (Imam Al Ghazali). Murobbi beda dengan penceramah (ustadz). Jika murobbi berperan sebagai pembina (orang tua, sahabat, guru, dan pemimpin) bagi mad’u, penceramah lebih berperan sebagai guru (ustadz) saja. Hubungan murobbi dengan mad’u sangat dekat dan berlangsung lama. Sebaliknya hubungan penceramah dengan mad’u jauh, bahkan mungkin tidak saling mengenal, dan sifatnya sementara. Karena itu, penceramah boleh mendapat honor ceramah. Sebaliknya, murobbi tidak boleh! Mengapa? Jika murobbi menerima bayaran (honor) dari mad’u dapat dipastikan sikapnya akan sulit obyektif dan sulit bersikap asertif kepada mad’u. Jika mad’u berbuat salah, ia akan sulit bersikap tegas karena kuatir mad’u tersinggung dan “mogok” membayar. Sebaliknya, mad’u juga akan meremehkan murobbi karena merasa membayarnya. Jika ditegur murobbi, mungkin ia berkata (dalam hati), “urusan apa Anda menegur saya. Bukankah kamu saya yang bayar?”. Jika murobbi dibayar, hubungan murobbi sebagai qiyadah (pemimpin dakwah) dan mad’u sebagai jundi (tentara dakwah) juga akan sulit terealisir. Karena hubungan mereka bukan berdasarkan kesadaran dan keikhlasan untuk mengikat diri dalam amal jamai’ (aktivitas bersama), tapi berdasarkan pamrih (membayar dan dibayar). 19. Berikan keteladanan dengan kesederhanaan “Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahanam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yag kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu” (QS. 9 : 35). Keteladanan adalah cara ampuh mempengaruhi orang lain. Karena itu, jadikan keteladanan sebagai senjata utama mempengaruhi mad’u. Dari sekian banyak keteladanan yang perlu Anda lakukan, maka sikap sederhana merupakan pilar utamanya. Kenapa? Sebab sikap sederhana sangat efektif untuk membuat orang menaruh rasa hormat kepada pelakunya. Sebaliknya, bermewah-mewahan membuat orang iri dan benci kepada pelakunya. Orang yang suka bermewahan identik dengan orang yang egois dan tidak solider terhadap penderitaan orang lain. Jika Anda sebagai murobbi hidup bermewahan, sulit bagi mad’u percaya bahwa Anda serius memperjuangkan nasib umat. Namun jika Anda bersahaja, mad’u akan percaya bahwa Anda tidak memperjuangkan diri sendiri. Mereka akan hormat dan segan dengan Anda. Apalagi jika mereka tahu, Anda sebenarnya dapat hidup mewah, kalau mau. Kesederhanaan merupakan daya magnet yang sangat kuat mempengaruhi orang lain. Inilah yang dilakukan Rasulullah saw ketika mempengaruhi orang lain, sehingga orang berbondong-bondong masuk ke dalam Islam. 20. Hati-hati dalam berpendapat “Ucapkanlah perkataan kalian, tetapi jangan sampai syetan memperdaya kalian” (HR. Abu Daud). Hati-hati dalam berpendapat, sebab suara Anda sangat diperhatikan mad’u. Hal ini terutama jika mad’u sudah tsiqoh (percaya) dengan Anda. Sebelum berpendapat, pikirkan dahulu dengan matang apa yang akan Anda utarakan. Pikirkan juga dampak pendapat Anda terhadap mad’u. Jangan ceplas ceplos. Ngomong dulu baru mikir. Hal ini berbahaya, jika pendapat Anda salah. Pendapat yang salah, bukan hanya mengurangi kredibilitas Anda sebagai murobbi, tapi juga dapat menjerumuskan mad’u pada kesalahan. Sebagai contoh, mad’u Anda bertanya kepada Anda tentang bagaimana sikap kita terhadap orang kafir. Lalu Anda dengan tegas mengatakan bahwa mereka harus dimusuhi. Mad’u akan mengambil pendapat Anda sebagai pegangan baginya dalam pergaulan. Setiap bertemu orang kafir ia akan memusuhinya. Padahal tidak semua orang kafir perlu dimusuhi. Ada kriteria dan batasannya. Namun karena Anda tidak merinci pendapat Anda ketika mad’u menanyakannya, mad’u menerapkannya untuk segala situasi. Inilah contoh, jika murobbi kurang hati-hati berpendapat. Karena itu, bijaksanalah dalam berpendapat. Anda perlu memahami kapan saatnya berpendapat yang memerlukan rincian, kapan yang tidak, kapan juga mengatakan tidak tahu, dan kapan mengatakan tahu dengan tegas. Dalam kasus lain, jika Anda ragu-ragu dengan pendapat Anda sendiri, sampaikan hal itu kepada mad’u sehingga ia tahu bahwa pendapat Anda itu belum final. Atau katakan padanya dengan pendapat yang global. Tidak terlalu spesifik. Misalnya, mad’u bertanya tentang siapa sebaiknya yang menjadi pembicara dalam seminar yang diadakan oleh halaqah. Anda tidak tahu atau ragu menunjuk siapa nama yang cocok untuk seminar tersebut, maka katakan padanya bahwa pembicaranya bisa siapa saja yang penting cocok dengan tema seminar tersebut. Jawaban yang global ini untuk menjaga agar Anda tidak disalahkan oleh mad’u, jika kelak pendapat Anda ternyata salah atau kurang tepat. 21. Manfaatkan keterampilan khusus Anda “..dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu…” (QS. 6 : 165) Anda bisa menyanyi? Anda bisa berpantun ria? Anda bisa melukis, melawak, bermain sulap, menulis atau melakukan hal-hal yang unik? Jika Anda memiliki keterampilan khusus (yang tidak bertentangan dengan syar’i), gunakan itu untuk menarik perhatian mad’u. Misalnya, jika suara Anda merdu, mengapa tidak menyanyi nasyid atau bersholawat di tengah-tengah penyampaian materi Anda? Hal itu bukan saja menjadi selingan yang menarik, tapi juga dapat menggugah kesadaran mad’u lebih baik lagi. Mad’u akan respek dengan Anda karena Anda memiliki keterampilan khusus yang mungkin tidak dimilikinya. Ia juga akan mendapatkan wawasan dan pengalaman baru dari keterampilan Anda. Karena itu, carilah dan manfaatkanlah kelebihan khusus Anda untuk menambah kredibilitas dan menarik simpati mad’u. Sebenarnya, setiap orang memiliki kelebihan khusus. Sayangnya kelebihan tersebut sering tidak dimanfaatkan oleh orang itu sendiri. Mungkin karena ia tidak tahu apa kelebihannya, mungkin tahu tapi bingung memanfaatkannya, atau mungkin malu memperlihatkannya kepada orang lain. 22. Jaga bau badan Anda “Rasulullah saw menyukai wewangian dan membenci bau yang tidak sedap” (Imam Al Ghazali). Pernah tidak Anda berdekatan dengan orang yang bau badannya nggak enak? Bagaimana rasanya? Anda tentu merasa terganggu bukan? Bahkan boleh jadi Anda jadi sulit konsentrasi. Nah….kalau yang bau badan itu adalah Anda sebagai murobbi, bagaimana dampaknya bagi mad’u? Di dalam halaqah, bau badan seseorang lebih cepat tercium karena jaraknya berdekatan. Mad’u akan sulit konsentrasi jika bau badan Anda tidak enak (apalagi menyengat). Ia juga akan menilai Anda sebagai orang yang kurang peduli terhadap kebersihan. Bahkan lebih jauh ia bisa menilai Anda jarang mandi! Sayangnya, seringkali orang yang bau badannya menganggu itu tidak menyadarinya, sehingga ia cuek saja. Padahal bau badan, yang kelihatannya sepele itu, dapat menjadi persoalan besar. Pernah ada iklan di teve, tentang seorang atlit yang tidak jadi diwawancarai wartawan karena bau badannya mengganggu. Nah jelaskan? Bau badan bisa menjadi persoalan besar. Karena itu, instrospeksi bau badan Anda. Hilangkan bau badan Anda dengan mandi dan memakai deodorant atau penghilang bau badan. Jika setelah memakai deodorant, bau badan Anda tetap tidak enak, konsultasikan ke dokter. Mungkin ada gangguan kesehatan dalam tubuh Anda. 23. Hati-hati dengan bau mulut Anda ”Rasulullah saw tidak makan bawang merah, bawang putih, dan jenis makanan yang berbau tidak sedap” (Imam Al Ghazali). Selain bau badan, mulut juga perlu dijaga agar tidak mengeluarkan bau yang tidak sedap. Mulut yang bau akan membuat mad’u enggan berdekatan dengan Anda. Bau mulut juga menujukkan ketidakpedulian terhadap kesehatan dan kebersihan. Sama seperti bau badan, seringkali orang yang bau mulutnya tidak sedap kurang menyadarinya. Jagalah bau mulut Anda agar terhindar dari bau yang tidak sedap dengan menggosok gigi, memakai obat pengharum mulut dan memperhatikan apa yang Anda makan. Anda perlu menghindari makanan yang dapat membuat mulut berbau tidak sedap sebelum bertemu mad’u, terutama sebelum mengisi halaqah. Misalnya, menghindari makan pete, jengkol, bawang putih, makanan yang berbau amis, dan lain-lain. Nabi Muhammad saw juga memperhatikan bau mulut. Misalnya, dalam sebuah Hadits, Nabi melarang orang yang habis makan bawang putih pergi ke masjid untuk sholat jama’ah sebelum baunya hilang. 24. Jangan banyak mengeluh di depan peserta (selalu terlihat optimis) “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah…” (QS. 70 : 19-20). Jika Anda terlihat sering mengeluh di depan mad’u, maka mereka akan pergi dari Anda. Orang tidak suka dengan mereka yang suka mengeluh. Baik mengeluh tentang keadaan dirinya, orang lain, atau situasi sekitarnya. Misalnya, mengeluhkan tentang keadaan dirinya yang banyak kekurangan, mengeluhkan tentang orang lain yang menyakiti dirinya, mengeluhkan kondisi sekarang yang sulit mencari uang, dan lainlain. Hal ini wajar, sebab orang yang suka mengeluh menunjukkan orang tersebut frustasi, gagal dan pesimis terhadap masa depan. Ingat! Anda adalah murobbi, yang ingin merubah orang lain ke masa depan yang lebih baik. Sebelum Anda merubah orang lain ke arah yang lebih baik, Anda sendiri harus optimis bahwa masa depan Anda lebih baik. Optimis juga bahwa apa yang Anda bawa (dakwah) juga akan sukses. Rasullullah saw berhasil dalam dakwah karena ia orang yang optimis. Ia juga berhasil menularkan jiwa optimisnya kepada para sahabatnya, sehingga mereka optimis juga. Sejarah akhirnya membuktikan barisan orang optimis itu berhasil mengalahkan berbagai rintangan untuk menuju cita-citanya, yakni kejayaan Islam. Jika pun Anda ingin mengeluh, mengeluhlah kepada orang-orang tertentu saja yang dapat dipercaya (misalnya suami/isteri, sahabat, orang tua, murobbi). Jangan banyak mengeluh kepada mad’u (kecuali sesekali). Anda harus lebih sering terlihat optimis. Sebab Anda adalah pemimpin bagi mereka. Pemimpin pantang banyak mengeluh di depan orang yang dipimpinnya! 25. Penuhilah janji Anda “..sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungan jawabnya” (QS. 17 : 34). Penuhilah janji Anda, jika Anda berjanji. Jika Anda melanggar janji berarti Anda melakukan “penarikan”. Maksudnya, Anda membuat mad’u kecewa dan tidak simpati kepada Anda. Melanggar janji juga merupakan tanda orang yang kurang dewasa dan munafik. Karena itu, jika Anda ragu untuk memenuhi janji, maka janganlah Anda berjanji. Apalagi terlalu sering “mengobral” janji hanya karena ingin memberi harapan kepada mad’u. Mungkin, Anda berpikir pelanggaran janji Anda akan dimaklumi mad’u, karena Anda banyak membantu mereka. Namun jika Anda sering melanggar janji, mad’u lama kelamaan juga akan kecewa dan tidak simpati lagi kepada Anda. Dampak selanjutnya, jika Anda berjanji lagi, dan Anda betul-betul akan memenuhinya, mad’u tidak akan percaya lagi, karena Anda dianggapnya pembohong (orang yang suka melanggar janji). 26. Jangan menjelek-jelekkan mad’u di depan mad’u lain “Tahuah kalian apa itu ghibah?’ Mereka menjawab, Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Nabi saw bersabda: “Kamu menyebut saudaramu dengan hal yang tidak disukainya.” Ditanyakan, “Bagaimana jika apa yang aku katakana itu ada pada diri saudaraku itu?” Nabi saw menjawab: “Jika apa yang kau katakan itu ada pada dirinya maka sungguh kamu telah meggunjingnya, dan jika tidak ada pada dirinya maka sungguh kamu telah menyebutkan hal yang dusta tentang dirinya” (HR. Muslim). Jika Anda merasa kecewa atau kesal dengan mad’u, maka jangan Anda jelek-jelekkan ia di depan mad’u lain. Misalnya, ketika ia tidak hadir di halaqah, Anda mengaitkan ketidakhadirannya dengan perilakukanya yang tidak Anda senangi. Anda menyampaikan hal itu di depan halaqah. Hal ini, selain termasuk ghibah yang dilarang Islam, juga dapat membuat mad’u yang dijelek-jelekkan menjadi antipati terhadap Anda. Mad’u yang mendengar Anda menjelek-jelekkan mad’u lain juga akan merasa murobbinya suka ghibah. Mereka akan berpikir bahwa jika mereka tidak disenangi murobbi pasti akan diperlakukan sama dengan dijelek-jelekkan di depan mad’u lain. Jika mad’u yang mendengar Anda mengghibah mad’u lain setuju dengan pendapat Anda, mereka akan menjaga jarak dengan mad’u tersebut. Akhirnya, hubungan antar mad’u menjadi renggang. Hubungan Anda dengan mad’u yang Anda jelek-jelekkan juga menjadi kurang harmonis. Karena itu, jika Anda kurang suka dengan perilaku mad’u, lebih baik Anda dekati ia, lalu bicarakan ketidaksukaan Anda secara empat mata dengannya. Hal ini lebih baik dampaknya dan lebih membuat mad’u respek dengan Anda. Jika ada mad’u yang mencoba memancing Anda untuk menjelek-jelekan mad’u lain, maka janganlah terpancing. Lebih baik Anda diam. Atau malah menegurnya karena telah melakukan ghibah. 27. Jangan suka mengumbar kemarahan “Siapakah yang kalian anggap perkasa?’ Kami menjawab: “Orang yang tidak bisa dikalahkan oleh siapapun.” Nabi saw bersabda: “Bukan itu, tetapi orang yang dapat mengendalikan dirinya pada saat marah” (HR. Muslim). Murobbi yang baik adalah murobbi yang tidak mengumbar kemarahan. Ingat! Anda bukan mandor yang tugasnya ngomel melulu. Namun Anda adalah pembina yang mengajak orang lain ke arah Islam. Seorang pembina tentu saja perlu mendidik anak didiknya secara lemah lembut dan tanpa paksaan. Lebih suka menggunakan bahasa sindiran atau pertanyaan, jika menegur, daripada mengumbar kemarahan. Mengumbar kemarahan hanya akan membuat Anda tampak tak berwibawa di hadapan mad’u. Selain itu juga mencerminkan kekerdilan jiwa. Jika pun ingin marah, marahlah dengan bahasa non verbal (bahasa tubuh), misalnya dengan wajah yang memerah, pandangan mata yang menunjukkan ketidaksenangan, atau tangan yang terkepal. Bersamaan dengan itu, bahasa verbal Anda tetap terkendali dan lembut, tapi dengan tekanan kata-kata yang membekas pada perasaan. Hal yang juga perlu dingat, jangan sekali-kali Anda mengumpat atau mencaci mad’u. Hal itu sama sekali tak baik. Nabi Muhammad sendiri tak pernah mencontohkannya. Bagaimana jika mad’u tetap tidak mengerti dengan teguran secara halus? Apakah sebagai murobbi kita harus marah dengan mengumpatnya? Jawabannya, tidak! Kita tetap tidak boleh mengumpatnya. Kita harus sabar dan tetap lemah lembut menasehatinya. Pepatah mengatakan, “Angin yang lembut dapat membuat orang tertidur, angin yang keras dapat membuat orang terlempar”. Artinya, kata-kata yang lembut dapat membuat orang lama kelamaan menjadi sadar. Sebaliknya, kata-kata yang keras dapat membuat orang tersinggung dan akhirnya pergi meninggalkan kita. 28. Jangan tegur mad’u di depan umum “Semua umatku dimaafkan kecuali orang yang blak-blakan” (HR. Bukhari dan Muslim). Jangan suka menegur mad’u di depan umum, termasuk di depan mad’u yang lain. Ini adalah salah satu tips untuk membuat mad’u hormat kepada Anda. Sebaliknya, jika Anda sering mengumbar teguran di depan umum, maka mad’u akan merasa dipermalukan oleh Anda. Ia tidak akan respek dengan Anda. Menegur mad’u di depan umum juga tidak dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw sebagai teladan utama kita. Hal yang lebih baik jika Anda menegur mad’u secara empat mata. Selain membuat ia merasa tidak dipermalukan, ia juga akan lebih mendengarkan teguran Anda. Karena ia menganggap Anda memperhatikannya dan mau menegurnya dengan cara terhormat. Bagian III : TIPS MENARIK SIMPATI MAD’U 29. Senyumlah! “Rasulullah saw adalah orang yang paling banyak senyum dan tertawa di hadapan para sahabatnya, karena mengagumi pembicaraan mereka dan melibatkan dirinya dengan mereka” (Imam Al Ghazali). Tidak ada cara yang paling mudah dilakukan untuk menarik simpati mad’u kecuali dengan senyum. Karena itu, senyumlah! Senyumlah sepanjang Anda bertemu dengan mad’u Anda. “Wah…itu capek!”, kata Anda. Ternyata tidak! Jika senyum itu adalah senyum yang tulus. Senyum yang datang dari hati Anda. Senyum akan melelahkan jika bukan dari hati Anda. Jika hanya sekedar senyum lipstick yang dipaksakan. Lalu gimana caranya senyum yang tulus padahal hati lagi ngambek? Senangsenangkanlah hati Anda. Caranya bisa dengan mengingat-ingat pengalaman masa lalu yang lucu, membayangkan sesuatu yang lucu, membaca buku humor, menggoyanggoyangkan badan (tapi jangan di depan mad’u lho!), membayangkan kebaikankebaikan mad’u, atau dengan melakukan sesuatu yang menyenangkan sebelum bertemu mad’u. Namun, sebenarnya senyum akan datang dengan sendirinya jika Anda mempunyai falsafah hidup sersan, serius tapi santai. Orang yang susah senyum itu seringkali karena ia terlalu serius dengan hidup. Terlalu serius menghadapi masalah, sehingga baginya no time for senyum. 30. Hindari perdebatan “Tidaklah sesat suatu kaum setelah Allah menunjuki mereka kecuali karena mereka melakukan perdebatan” (HR. Tirmidzi). Kadangkala Anda mendapatkan mad’u yang suka berdebat. Ia suka bertanya yang bila jawabannya kurang memuaskan dibantahnya. Atau suka menyanggah pendapat Anda padahal Anda telah memberikan penjelasan balik. Cara menghadapi mad’u yang suka mendebat adalah dengan tidak melayaninya. Jika ia bertanya atau menyanggah pendapat Anda, berikan penjelasan hanya sebanyak dua kali. Setelah itu katakan padanya dengan tersenyum, “Mungkin kita perlu mempelajari masalah ini lebih jauh lagi. Mari kita jadikan ini sebagai PR (Pekerjaan Rumah) bersama”. Lalu alihkan pembicaraan ke topik yang lain. Jika sudah berdebat, biasanya masing-masing pihak malu untuk mengakui kesalahannya, sehingga mereka sama-sama menjadi keras kepala. Perdebatan tak akan menyelesaikan masalah. Malah membuat sakit hati pihak yang melakukannya. Karena itu, jangan ladeni perdebatan walau Anda merasa benar. Senyumlah dan segera beralih ke pembicaraan lain. Dengan meninggalkan perdebatan, Anda memberikan kesempatan bagi masingmasing pihak mengevaluasi pendapatnya. Mungkin dari situ, kesadaran akan muncul. Seringkali kesadaran untuk menerima pendapat yang berbeda muncul belakangan setelah meninggalkan perdebatan. 31. Sering-seringlah memuji mad’u “Hai orang-orang yang beriman, janganlah satu kaum mengolokkan-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolokkan-olokkan)…” (QS. 49 : 11). Pujian lebih baik daripada celaan. Pujian membuat orang merasa dihargai, sehingga akan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya. Sebaliknya, celaan membuat orang sakit hati dan merasa tidak dihargai, hingga akhirnya dapat menurunkan semangat dan kinerja. Sering-seringlah Anda mencela mad’u jika ingin melihat semangat dan kinerja mereka menurun. Sering-seringlah Anda memuji mad’u jika ingin melihat kinerja mad’u meningkat. Jangan pelit memuji mad’u, tapi pelitlah untuk mencela mad’u. Anda perlu jeli membaca peluang untuk memuji mad’u. Setiap ada kesempatan yang Anda lihat cukup layak untuk memuji mad’u, maka pujilah ia dengan segera. Tentu saja pujian yang disampaikan adalah pujian yang tulus, tidak berlebih-lebihan, dan spesifik. Pujian yang terkesan basa-basi dan berlebihan tidak akan bermanfaat untuk meningkatkan semangat dan kinerja mad’u. Mungkin malah akan membuat mad’u tersinggung. Pujian juga perlu disampaikan dengan spesifik, tidak terlalu umum. Hal ini agar mad’u dapat mengintrospeksi diri mana perbuatannya yang dipuji dan mana yang tidak. Pujian yang terlalu umum kurang efektif untuk meningkatkan kinerja mad’u. Misalnya, jangan memuji mad’u dengan ucapan “Pekerjaan kamu bagus”, tetapi lebih baik dengan ucapan “Pekerjaan kamu membuat proposal kemaren bagus”. Namun, pujian tak perlu Anda sampaikan jika Anda yakin niat mad’u untuk berbuat hanya ingin mendapatkan pujian dari Anda. 32. Jika diundang mad’u, hadirlah “Andaikan aku diundang untuk menghadiri (jamuan) kikil (tulang tangan atau kaki), maka tentu aku mendatanginya dan andai dihadiahkan kepadaku kikil, tentu aku menerimanya” (HR. Bukhari). Jika mad’u mengundang Anda untuk menghadiri acara yang berhubungan dengan kepentingannya, maka hadirlah. Misalnya, hadirlah pada acara walimahnya, aqiqah anaknya, tasyakuran yang diselenggarakan olehnya, atau acara penting yang dilakukan keluarganya. Selain diwajibkan dalam Islam, menghadiri undangan mad’u juga akan membuat ia menghargai Anda. Karena itu, sempatkanlah waktu Anda untuk menghadiri undangannya. Jika Anda tak punya banyak waktu untuk menghadiri undangan mad’u, maka hadirlah sebentar saja. Sekadar “setor muka’ saja. Dan jika Anda sama sekali tak bisa menghadiri undangannya, berilah kabar dan sampaikan permintaan maaf Anda. Namun, jangan terus menerus Anda tidak bisa hadir pada undangannya. Hal itu dapat membuat ia merasa kurang dipedulikan oleh Anda. Bagi mad’u, kehadiran Anda sangat penting dan berarti. Mungkin Anda merupakan satu-satunya tamu istimewa yang diharapkan kehadirannya oleh mad’u. Jika Anda sering tak menghadiri undangannya, dengan alasan apa pun, ia akan merasa kecewa dengan Anda. Jangan heran jika suatu ketika ia mengecewakan Anda, dan Anda kaget kenapa demikian. Persoalannya, ya itu tadi…Anda sering mengecewakannya. Wajar jika suatu ketika ia mengecewakan Anda. 33. Jenguk mad’u jika tertimpa musibah “Siapa yang dikehendaki Allah mendapat kebaikan maka Dia memberinya musibah” (HR. Bukhari). Jika mad’u atau keluarganya tertimpa musibah, seperti kematian, sakit atau kecelakaan, maka sempatkanlah waktu untuk menjenguknya. Kehadiran Anda pada saat mad’u tertimpa musibah jauh lebih berarti daripada kehadiran Anda pada saat memenuhi undangannya. Mad’u akan terkesan dengan kehadiran Anda dan mungkin akan diingatnya sepanjang jalan kenangan (maksudnya, lama sekali). Ia juga akan merasa berhutang budi dengan Anda karena Anda telah memperhatikannya. Apalagi jika Anda dapat memberikan bantuan tenaga atau dana, ia akan merasa lebih simpati terhadap Anda. Inilah cara para pemimpin menanam budi kepada anak buahnya. Cara ini patut Anda tiru. Kita jangan jadi murobbi tipe “habis manis sepah dibuang”. Ketika mad’u suka, kita bersamanya dan memanfaatkannya. Namun ketika ia berada dalam duka, kita biarkan ia menanggungnya sendirian. 34. Jangan sungkan meminta maaf, jika salah “Harta tidak akan berkurang karena sedekah, Allah tidak menambah kepada seseorang yang memaafkan kecuali dengan kemuliaan, dan tidaklah seseorang bersikap tawadhu’ melainkan Allah pasti mengangkat derajatnya” (HR. Muslim) Jika Anda melakukan kesalahan pada mad’u, jangan malu untuk meminta maaf. Segeralah meminta maaf, tanpa ditunda dan tanpa takut kredibilitas Anda jatuh. Justru wibawa Anda akan meningkat, jika Anda segera meminta maaf. Memang, ada murobbi tertentu yang tidak mau meminta maaf atas kesalahannya. Padahal ia jelasjelas salah. Murobbi semacam ini akan terkesan angkuh. Tak perlu Anda ikuti perilakunya. Ia mungkin takut gengsinya jatuh kalau meminta maaf pada orang lain. Padahal Islam dan Nabi Muhammad saw mengajarkan kepada kita untuk segera meminta maaf, jika salah. Meminta maaf adalah cermin kedewasaan seseorang. Sebaliknya, tidak mau meminta maaf atas kesalahan yang diperbuat merupakan cermin kekerdilan jiwa seseorang. Bahkan sebaiknya, Anda juga meminta maaf jika kuatir perbuatan atau perkataan Anda salah atau menyinggung perasaan orang lain. Sering meminta maaf juga akan membuat dosa Anda diampuni Allah. Pokoknya, nggak ada ruginya dech meminta maaf. 35. Sempatkan untuk ber “say hello” melalui telekomunikasi “Demi zat yang diriku berada di tangan-Nya, kalian tidak masuk surga sehingga kalian beriman dan kalian tidak beriman sehingga saling mencintai. Maukah kalian aku beritahukan tentang amal perbuatan yang apabila kalian lakukan pasti kalian saling mencintai?” Para sahabat menjawab, “Tentu wahai Rasulullah.” Nabi saw bersabda: “Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim). Gunakan kemjuan teknologi komunikasi untuk ber“say hello” dengan mad’u. Tanyakan kabarnya melalui telpon, SMS (Short Message Service) atau e-mail.. Tanyakan saja kabarnya, misalnya dengan mengirimkan pesan melalui SMS, “Assalamu’alaikum, gimana kabarnya Antum hari ini?”. Tidak perlu Anda berpanjang-panjang menanyakan kabarnya dan tidak perlu menunggu bahan pembicaraan untuk menghubunginya. Namun, jika Anda mempunyai bahan pembicaraan, maka itu lebih baik lagi. Misalnya, Anda tahu isterinya baru saja pulang dari rumah sakit, Anda bisa menanyakan kabar kesehatan isterinya via telpon. Insya Allah, jika Anda melakukan tips ini secara rutin, niscaya mad’u akan merasa diperhatikan oleh Anda. Mad’u juga akan lebih menghargai Anda. Jangan sungkan dan gengsi untuk melakukan tips ini. Kadangkala murobbi tertimpa penyakit “gengsi” untuk menghubungi mad’unya lebih dulu. Apalagi jika murobbi merasa tidak ada kepentingannya untuk menghubungi mad’u. Sebagai murobbi yang baik, Anda perlu membuang jauh-jauh penyakit “gengsi” ini. Apalagi ber”say hello” dengan mad’u juga tidak membutuhkan waktu banyak. Cukup 1-2 menit per mad’u. Jika jumlah mad’u Anda banyak, Anda bisa membuat jadwal untuk menghubunginya. Misalnya, hari ini menghubungi A, besok, B, besok lagi C, dan seterusnya. Waktu menghubunginya juga terserah keluangan Anda. Bisa pagi, sebelum berangkat kerja. Bisa malam, setelah Anda pulang kerja. Bisa juga ketika Anda menunggu sesuatu, dan daripada bengong, lebih baik menghubungi mad’u via telekomunikasi. 36. Katakan sesering mungkin, “I Love You” “Apabila salah seorang diantara kamu mencintai saudaranya maka hendaklah ia memberitahukannya” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Ah….cara ini tak lazim dan terlalu romantis, begitu kata Anda. Memang, mengatakan cinta pada seseorang (apalagi sesama jenis) tak lazim dalam budaya kita. Biasanya “I love you” hanya diucapkan pada kekasih, yang pasti lawan jenis. Namun tahukah Anda bahwa Rasulullah saw sering mengungkapkan kata-kata “I love you” kepada para sahabatnya? Mengapa kita tidak membudayakan sunnah rasul ini? Jika Anda merasa malu mengucapkannya karena tak lazim, mungkin Anda bisa memulainya dengan kata-kata semisal “I love you”. Misalnya, dengan mengatakan “saya peduli dengan Antum”, “saya sering memikirkan Antum”, “saya sayang dengan Antum”, atau “saya ingin Antum menjadi orang baik”. Kata-kata semacam itu sungguh sangat berarti bagi mad’u dan mempertebal keyakinannya bahwa Anda betul-betul mencintainya. Katakan bahwa Anda mencintai mad’u dengan tulus, tanpa terkesan basa-basi. Misalnya, jangan tiba-tiba Anda mengatakan “I love you” dengan mad’u tanpa ada juntrungan apa-apa. Bisa-bisa hal itu ditafsirkan lain oleh mad’u. Cari sebab atau konteks situasi dimana Anda dapat mengucapkan kata-kata tersebut dengan tulus. Memang, ada murobbi tertentu yang gengsi mengucapkan kata-kata cinta kepada mad’unya. Bahkan menunjukkan ekspresi sayangnya saja sulit banget. Murobbi semacam ini terlalu cool dan kurang ekspresif. Hubungan mad’u dengan murobbi jadi kaku dan formalistik. Nikmatnya ukhuwah jadi susah dirasakan. Anda bukanlah murobbi semacam itu. 37. Berikan hadiah kepada mad’u “Hendaklah kalian saling memberi hadiah pasti kalian akan saling mencintai” (HR. Al Baihaqi). Berikan mad’u hadiah secara tulus, baik berupa penghargaan maupun tanda cinta. Hadiah berupa penghargaan adalah hadiah yang diberikan kepada mad’u karena prestasi tertentu. Hadiah ini tidak diberikan kepada seluruh mad’u, tapi hanya kepada mad’u yang berprestasi dalam suatu hal. Fungsinya sebagai penghargaan bagi mad’u yang berprestasi dan motivasi bagi mad’u yang tidak mendapatkan hadiah untuk meningkatkan prestasinya. Sedang hadiah sebagai tanda ungkapan cinta diberikan kepada seluruh mad’u tanpa pilih kasih. Sebaiknya, hadiah yang diberikan berupa barang tahan lama, sehingga ada kesan yang lama untuk mengenangnya. Hadiah yang diberikan juga tidak usah terlalu mahal (kecuali jika Anda punya dana). Waktu untuk memberikannya juga bisa kapan saja. Tidak perlu menunggu momen tertentu. Tempatnya juga bisa dimana saja, di dalam atau di luar halaqah. Namun jika di dalam halaqah, sebaiknya semua mad’u mendapatkannya agar tidak ada yang iri (kecuali untuk hadiah berupa penghargaan). Anda juga dapat memberikan hadiah kepada mad’u pada acara-acara penting mad’u. Misalnya, ketika mad’u walimah, akikah, kelulusan sarjana, dan lain-lain. Bisa juga hadiah yang diberikan berupa oleh-oleh setelah Anda pulang dari luar kota (negeri). 38. Silaturahmi ke rumah mad’u “Siapa yang ingin dipanjangkan jejak pengaruhnya dan diluaskan rezekinya maka hendaklah ia menyambung kasih sayang (silaturahmi)” (HR. Bukhari dan Muslim). Lakukan silaturahmi ke rumah mad’u agar ia merasa diperhatikan. Dengan silaturahmi ke rumahnya, Anda juga dapat mengenal keluarganya dan mengenal kondisi rumahnya. Semua itu berguna untuk mengenal mad’u lebih jauh lagi. Anda dapat melakukan silaturahmi ke rumah mad’u dengan berbagai cara. Bisa sebagai salah satu program halaqah (Anda bersama mad’u mengunjungi rumah mad’u secara bergilir). Bisa juga Anda sendiri janjian dengan mad’u untuk ke rumahnya (bisa mengajak isteri dan anak, kalau punya). Namun, sesekali Anda perlu juga melakukan “sidak” (inspeksi mendadak) ke rumah mad’u. Hal ini agar Anda dapat mengenal dirinya apa adanya. Mungkin saja kalau janjian, ia “merekayasa lingkungan”, sehingga yang tampak “manisnya” saja. Namun jika Anda mengunjunginya tanpa memberitahu lebih dahulu, mungkin Anda menjumpai suasana “asli” dan hal-hal yang tak terduga. Hal ini bermanfaat dalam mengenal karakter asli mad’u. Lebih jauh lagi, bermanfaat untuk bahan evaluasi perkembangan mad’u. 39. Buatlah “setoran” sebanyak mungkin “..dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu…” (QS. 28 : 77). Yang dimaksud “setoran” disini bukan berarti Anda rajin menyetor uang kepada mad’u, tapi rajin melakukan tindakan kebaikan yang dapat membuat mad’u merasa simpati kepada Anda. Contoh “setoran” adalah menepati janji, meminta maaf, memenuhi harapan, mengucapkan terima kasih, meminjamkan atau memberikan sesuatu, memberikan pertolongan, dan lain-lain. Jika Anda rajin memberikan “setoran”, secara otomotis mad’u akan merasa simpati dan berhutang budi kepada Anda. Hal ini akan berdampak pada tumbuhnya kepercayaan terhadap Anda. Sebaliknya, jika Anda, disadari atau tidak, sering melakukan “penarikan” (seperti tidak menepati janji, angkuh, membuyarkan harapan, tidak tahu berterima kasih, tidak mau menolong), maka mad’u akan kecewa dan tidak percaya dengan Anda. Namun perlu diingat, “setoran” harus diberikan secara ikhlas tanpa pamrih. “Setoran” yang diberikan secara pamrih akan membuat mad’u merasa “ada udang, di balik batu”, sehingga bukannya simpati yang Anda dapatkan, tapi malah antipati. 40. Tempatkan diri Anda sebagai sahabat mad’u “…lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara…” (QS. 3 : 103). Jika murobbi itu pemain film, peran apa yang sebaiknya sering dilakukan? Peran sebagai sahabat. Memang, murobbi memiliki peran yang banyak, yaitu sebagai sahabat, orang tua, guru, dan pemimpin. Namun peran yang lebih menonjol ditampilkan seharusnya peran sebagai sahabat. Peran ini adalah peran “asli” Anda. Sedang peran lainnya hanya digunakan pada momen tertentu. Misalnya, peran sebagai guru dilakukan ketika Anda memberi materi, peran orang tua dilakukan ketika Anda menegur mad’u, peran sebagai pemimpin dijalankan ketika Anda memberi tugas atau instruksi kepada mad’u. Mengapa peran sahabat yang perlu Anda tonjolkan? Sebab peran inilah yang membuat mad’u merasa lebih dekat dan akrab dengan Anda. Perasaan dekat itu akan membuat ia lebih terbuka dengan Anda. Ukhuwah juga akan lebih nikmat rasanya, jika Anda menjadi sahabatnya. Peran sebagai sahabat juga lebih ditonjolkan Nabi Muhammad saw ketika beliau berinteraksi dengan para sahabatnya (istilahnya saja: sahabat, bukan murid Nabi). 41. Pandanglah wajah mad’u “Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya” (QS. 53 : 17). Sering-seringlah Anda memandang wajah mad’u, terutama ketika menyampaikan materi. Sebagian murobbi ada yang memiliki kebiasaan tidak memandang mad’unya ketika mengisi materi. Ia memandang ke atas, ke bawah atau matanya menerawang entah kemana. Kenapa hal itu terjadi? Mungkin ia sedang cari ilham tentang apa yang akan disampaikan (mungkin karena nggak ada persiapan). Mungkin juga tidak PD kalau memandang mad’u. Mungkin juga hanya karena kebiasaan yang sudah kronis. Dampaknya, mad’u jadi kurang serius mendengarkan, ngantuk, dan kurang merasa diperhatikan. Cara semacam itu jangan ditiru. Mulai sekarang, jika Anda menyampaikan materi, pandang wajah mad’u Anda. Pandang mereka dengan penuh percaya diri dan ramah. Cara memandangnya pun harus adil. Jangan hanya kepada mad’u tertentu saja. Pandanglah wajah mad’u satu persatu secara acak dan agak lama. Hal ini akan membantu konsentrasi mad’u mendengarkan pembicaraan Anda. Juga membuat mereka merasa lebih diperhatikan oleh Anda. Namun, jika Anda minder atau tidak terbiasa memandang wajah mad’u, pandang batang hidung mad’u bagian atas. Niscaya mad’u tidak tahu bedanya. Ia akan tetap merasa Anda memandangnya. Pandang juga wajah mad’u ketika Anda berbicara dimana saja dan kapan saja. Apalagi ketika ia sedang dirundung masalah dan curhat dengan Anda, Anda harus lebih sering memandangnya. Dengan begitu, Anda telah menujukkan empati terhadapnya. 42. Bantu kesulitan keuangan mad’u, walau sedikit “Tangan di atas (membantu) lebih baik daripada tangan di bawah (menerima bantuan)” (HR. Bukhari dan Muslim). Sebagai murobbi, Anda perlu sigap membantu kesulitan mad’u. Salah satu kesulitan yang mungkin terjadi pada diri mad’u adalah kesulitan keuangan. Terutama untuk mad’u yang berasal dari kalangan menengah ke bawah. Jika Anda orang berada, Anda dapat membantunya dengan uang berapa saja. Namun jika Anda sendiri tidak mampu, bantulah ia dengan uang sekedarnya. Misalnya, isterinya sakit dan membutuhkan dana Rp200.000,- untuk berobat, bantu ia semampu Anda. Jika Anda hanya mampu memberikan bantuan sebesar Rp20.000,- berikanlah dengan ikhlas. Memang, uang itu kecil jumlahnya dan tidak menutupi kebutuhannya, tapi bagi mad’u sangat besar artinya. Ia akan simpati kepada Anda, karena Anda, walau berkekurangan, masih mau membantunya. Jika Anda tidak pernah membantu kesulitan keuangan mad’u dengan alasan tidak mampu, mungkin mad’u akan memakluminya, tapi Anda kehilangan salah satu peluang untuk meraih simpati mad’u. 43. Biasakan berjabat tangan dan memeluk mad’u “Sesungguhnya kaum muslimin apabila bertemu lalu berjabat tangan maka dosadosa keduanya rontok” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Lain rasanya kalau kita dapat berjabat tangan dengan seseorang, apalagi sampai berpelukan. Islam menganjurkan setiap muslim (sesama jenis) untuk sering berjabat tangan dan berpelukan. Mengapa? Karena hal itu akan menambah keakraban dan kasih sayang. Rasulullah saw sendiri mencontohkannya. Beliau sering berjabat tangan dan memeluk sahabatnya. Sebagai murobbi, Anda perlu sering berjabat tangan dan memeluk mad’u. Terutama ketika bertemu dan berpisah dengannya. Peluklah dan jabatlah tangannya dengan erat dan hangat. Jangan tanggung dan terkesan basa-basi. Memang, ada murobbi yang minta didahului ketika berjabat tangan atau memeluk mad’unya. Mungkin gengsi kalau mendahului. Padahal, Nabi Muhammad saw jika berjabat tangan atau memeluk sahabatnya, ia yang mengawali dan ia pula yang mengakhiri. 44. Jangan menggunakan telpon atau SMS untuk menegur mad’u “Siapa yang menempatkan dirinya pada posisi yang mengundang tuduhan maka janganlah mencela orang yang berprasangka buruk kepadanya” (Umar bin Khatab ra) Jika Anda ingin menegur mad’u, lakukan secara tatap muka. Jangan melalui telpon, SMS (Short Message Service), atau sarana komunikasi jarak jauh lainnya. Kenapa? Sebab jika menggunakan telekomunikasi, Anda dan mad’u tidak dapat mengetahui ekspresi wajah dan tubuh masing-masing. Padahal hal itu penting dalam komunikasi yang melibatkan emosi (ketika Anda menegur mad’u, komunikasi akan sarat dengan emosi). Jika hal itu dilakukan tanpa tatap muka, maka peluang terjadinya salah paham akan besar (karena masing-masing tidak tahu ekspresi lawan bicaranya). Misalnya, mungkin mad’u merasa Anda marah besar (karena suara Anda keras), padahal tidak. Sebaliknya, Anda merasa mad’u menerima teguran Anda (karena nada bicara mad’u biasa saja), padahal ia sangat tersinggung dengan teguran Anda (karena mukanya merah). Konon kabarnya, para pelaku bisnis yang berpengalaman lebih suka melakukan negosiasi bisnis dengan bertemu langsung daripada melalui telekomunikasi. Mereka melakukan itu untuk menghindari kesalahpahaman. Begitu pun Anda. Jangan gunakan sarana komunikasi jarak jauh untuk menegur mad’u, jika tidak ingin terjadi kesalahpahaman. Hubungi ia dan minta bertemu di suatu tempat. Disitu baru Anda menegurnya secara langsung, sehingga Anda dapat melihat ekspresinya secara lebih tepat. Hal ini akan memperkecil peluang terjadinya salah paham antara Anda dengan mad’u. 45. Jangan memotong pembicaraan mad’u “Siapa yang menahan lidahnya pasti Allah menutup auratnya…” (HR. Ibnu Abu Dunya). Ada beberapa sebab mengapa seseorang suka memotong pembicaraan orang lain, antara lain karena sulit konsentrasi mendengarkan pembicaraan orang lain, tidak sabar mendengarkan, merasa sudah tahu maksud pembicaraan, ingin segera menjawab, keinginan untuk dianggap pintar, dan ingin menonjolkan diri. Memotong pembicaraan sebenarnya hanya dapat dilakukan jika orang yang berbicara terlalu lama bicara, sehingga tidak memberi kesempatan kepada yang lainnya untuk bicara. Atau jika pembicaraannya telah menyinggung perasaan orang lain. Namun pada dasarnya, memotong pembicaraan merupakan suatu kebiasaan buruk karena kurang menghargai dan dapat menimbulkan salah paham tentang pesan yang disampaikan. Jika kebiasaan tersebut terdapat pada Anda, maka Anda harus mengendalikan diri. Jangan suka memotong pembicaraan mad’u, sebab mad’u dapat merasa kurang dihargai. Anda juga terkesan arogan dan terlalu ingin mendominasi pembicaraan. Kadangkala mad’u berbicara kepada Anda bukan untuk mendengarkan Anda bicara (menasehatinya), tapi untuk curhat (mencurahkan isi hati). Bagaimana ia bisa curhat, jika Anda sering memotong pembicaraannya dan kurang sabar mendengarkan? Bagian IV : TIPS MEMAHAMI MAD’U 46. Sempatkan waktu untuk mengobrol sebelum atau setelah halaqah Tahukah kalian kepada siapa api neraka diharamkan?” Para sahabat menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Nabi saw bersabda: “Kepada orang yang lemah lembut, mudah dan dekat” (HR. Tirmidzi). Syahdan, ada seorang murobbi yang suka datang lebih awal dari jadwal halaqah atau kalau tidak sempat datang lebih awal, pulangnya sengaja dilambatkan. Ngapain ia melakukan hal itu? Katanya, agar ia dapat lebih mengakrabkan diri dengan mad’u. Seringkali keakraban itu muncul dalam suasana informal, bukan dari suasana formal. Dengan datang lebih awal atau pulang lebih lambat, murobbi dapat mengobrol dengan mad’u dalam suasana informal (tentu saja hanya dengan sebagian mad’u yang datang lebih dulu atau yang pulang lebih lambat). Dalam suasana informal tersebut, murobbi dapat lebih mengenal karakter mad’u. Mad’u juga akan merasa lebih akrab dengan murobbi, karena ia bisa mengobrol dengan murobbinya tanpa formalitas. Kadangkala ada mad’u yang malu menyampaikan masalahnya dalam suasana formal halaqah (walau ada agenda acara khusus tentang masalah personal). Mungkin ia menganggap masalah itu sebagai aib. Mungkin karena ia kuatir ditertawakan atau dianggap membesar-besarkan masalah. Namun dengan Anda menyediakan waktu beberapa menit untuk mengobrol sebelum atau setelah acara halaqah, mad’u yang semacam itu dapat mengungkapkan masalahnya secara lebih bebas kepada Anda. 47. Tanyai perkembangan mad’u melalui temannya “…Maka bertanyalah kepada orang-orang yang mengetahui…” (QS. …). Cara lain untuk memahami dan mengetahui perkembangan mad’u adalah dengan menanyakan pada teman dekatnya. Tanyai temannya tentang perkembangan mad’u dalam hal ibadah, akhlak, dakwah, dan lain-lain. Namun jangan terkesan seperti mencari-cari kesalahan mad’u. Bagaimana caranya agar tidak terkesan mencari-cari kesalahan? Puji mad’u Anda di depan temannya, lakukan pembicaraan bukan seperti mengintrogasi, dan jangan membesar-besarkan kekurangan mad’u. Jika temannya memberikan informasi negatif, tampung informasi tersebut tanpa menambahnambahkannya dengan menyebutkan kekurangan mad’u yang Anda ketahui. Bisa jadi informasi itu belum tentu benar. Jika Anda ingin mengetahui perkembangan yang lebih spesifik dari mad’u, arahkan pembicaraan dengan hati-hati. Apalagi jika hal tersebut merupakan aib atau informasi yang sengaja disembunyikan mad’u. Cara mengorek informasi dari orang lain seperti yang dilakukan komunikator ulung mungkin bisa Anda tiru. Biasanya mereka membuka diri terlebih dahulu. Mereka juga memberikan informasi-informasi yang sepertinya “ekslusif”, sehingga orang lain percaya dan berbalik memberikan informasi yang berharga kepada mereka. Anda bisa meniru cara ini untuk mengorek keterangan tentang mad’u Anda Anda jangan merasa kuatir bahwa mad’u akan marah jika ia tahu Anda mencari informasi tentangnya dari temannya. Biasanya mad’u malah senang karena merasa diperhatikan murobbinya. Kecuali, jika cara Anda mencari informasi tersebut terkesan olehnya hanya sekedar mencari-cari kesalahan. 48. Biarkan mad’u mengetahui diri Anda “Orang mukmin adalah cermin bagi sesama mukmin” (HR. Abu Daud). Keterbukaan membuat hubungan lebih serasi. Begitu kata teori. Hal ini benar. Keterbukaan membuat orang lain juga terbuka dengan kita, sehingga kesalahpahaman dapat dihilangkan, saling pengertian dapat ditingkatkan, dan akhirnya hubungan jadi serasi. Yang dimaksud keterbukaan disini adalah keterbukaan tentang diri kita. Mencakup data diri, data keluarga, hobi, sifat, pengalaman, dan lain-lain. Mengapa dengan Anda terbuka, maka orang lain juga akan terbuka dengan Anda? Karena ia merasa Anda percaya dengannya, sehingga ia pun akan percaya dengan Anda. Dan sebagai “balas jasa” atas kepercayaan Anda, ia juga akan terbuka dengan Anda. Ia akan menceritakan dirinya apa adanya. Sebaliknya, jika Anda tertutup, maka orang lain pun juga akan tertutup dengan Anda. Dan jika yang tertutup itu adalah mad’u, maka semakin sulit Anda menanganinya. Apalagi jika mad’u punya masalah. Ketertutupannya akan membuat Anda sulit membantunya. Mungkin malah Anda cenderung menyalahkannya atau su’zhon (sangka buruk) dengannya. Karena itu, terbukalah dengan mad’u, agar mad’u terbuka juga dengan Anda. Tapi keterbukaan Anda dengan mad’u jangan sampai mengungkap aib Anda atau mengungkap informasi yang termasuk amniyah. Kalau sudah begitu bukan keterbukaan lagi namanya, tapi kebablasan. 49. Miliki kemampuan mendengar “Siapa yang berbicara dengan Rasulullah saw untuk suatu keperluan maka beliau bersabar mendengarkan hingga orang itu selesai berbicara” (Imam Al Ghazali). Memiliki kemampuan mendengar? “Saya sich bukan tuli, pasti punya dong kemampuan mendengar”, begitu jawab Anda. Yang dimaksud kemampuan mendengar disini bukanlah sembarang mendengar tapi mendengar yang empati. Yakni mendengar bukan hanya dengan memperhatikan bahasa verbal si pembicara, tapi juga bahasa non verbalnya, seperti mimik, gerakan tubuh, dan intonasi suara. Seringkali kita salah paham terhadap pembicaraan orang lain bukan karena kita mendengarkan secara empati, tapi karena sekedar mendengarkan. Bahkan mungkin pura-pura mendengar. Dampaknya, selain menimbulkan salah paham, si pembicara juga akan merasa kurang dihargai. Sebagai murobbi, Anda perlu melatih diri agar mampu menjadi pendengar empati. Jangan sampai Anda hanya pandai bicara tapi tak pandai mendengarkan. Mad’u akan lebih respek kepada murobbi yang pandai mendengarkan daripada hanya pandai bicara. Apalagi terhadap murobbi yang suka mendominasi pembicaraan. Bagaimana caranya menjadi pendengar empati? Tumbuhkan minat untuk mendengar, perhatikan bahasa verbal dan non verbal si pembicara, refleksikan perasaan pembicara, jaga kontak mata, jaga posisi tubuh agar tetap menghadap kepada pembicara, dan hayati perasaan pembicara seakan-akan Anda adalah ia. 50. “Kencan” di luar halaqoh “Tidaklah dua orang saling mencintai kerena Allah, melainkan orang yang paling dicintai Allah di antara keduanya ialah orang yang paling besar cintanya kepada saudaranya” (HR. Ibnu Hibban dan Al Jhakim). Untuk menjalin hubungan akrab dengan mad’u, Anda bisa mengajak mad’u untuk “kencan”. “Kencan” adalah bertemu mad’u secara pribadi dengan pembicaraan yang santai dan informal. Anda bisa berjanji dengan mad’u untuk “kencan” di rumah Anda. Namun cara yang lebih dapat menjalin keakraban adalah bertemu di tempat-tempat umum, seperti mesjid, taman, restoran atau halte bis. Waktunya dapat menunggu momen (misal, ketika mad’u punya masalah), bisa juga tanpa menunggu momen. Untuk kencan yang tidak ada momennya, Anda perlu mempersiapkan topik pembicaraannya terlebih dahulu. Kalau bisa, Anda membuat jadwal untuk mengencani mad’u secara bergilir. Menurut murobbi yang pernah mempraktekkannya, cara ini lebih efektif untuk mengenal karakter dan persoalan mad’u lebih mendalam. Cara ini juga akan mencairkan hubungan yang kaku antara murobbi dengan mad’u. Ketika kencan, posisikanlah diri Anda lebih banyak sebagai sahabat, bukan guru (ustadz) atau bos (qiyadah). Hal ini agar mad’u lebih leluasa untuk curhat (mencurahkan isi hati) dengan Anda. 51. Lakukan acara perkenalan berkali-kali “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal…” (QS. 49 : 13). Kapan saatnya acara ta’aruf (perkenalan) diadakan? Biasanya acara ta’aruf diadakan di awal terbentuknya halaqah. Apakah perlu dilakukan lagi selain di awal halaqah? Jawabannya, perlu! Anda harus sering mengadakan acara ta’aruf. Minimal enam bulan sekali. Mengapa? Karena acara ta’ruf bermanfaat untuk saling mengenal satu sama lain. Jika hanya sekali, tidak cukup untuk mengingat riwayat hidup masingmasing personal halaqah. Apalagi seringkali acara ta’aruf diadakan secara lisan, sehingga mungkin sudah lupa, jika tidak diulang lagi. Adakan acara ta’ruf berkali-kali dengan cara yang berbeda agar tidak membosankan. Kalau perlu, diramu dengan permainan (games). Misalnya, masingmasing berpasangan dan menghapal beberapa data riwayat hidup. Kemudian diuji hapalannya. Jika ia hapal seluruhnya, diberi hadiah. Jika tidak, diberi sangsi (yang mendidik). Bisa juga dengan cara mencari tahu kesamaan satu sama lain, baik dalam data tanggal lahir, hobi, pengalaman dan lain-lain. Yang paling banyak mendata persamaannya dengan orang lain, dialah yang menang. Prinsipnya, silakan Anda meramu acara perkenalan ini dengan semenarik mungkin agar mad’u tidak bosan dan mendapatkan nuansa baru. Pada acara ta’aruf yang berkali-kali itu, Anda sendiri harus memperkenalkan diri lagi. Jangan anggap mad’u sudah mengenal riwayat hidup Anda. Mereka mungkin saja sudah lupa. Dengan Anda memperkenalkan diri kembali, mad’u tahu bahwa Anda seorang yang terbuka. Mereka juga semakin mengenal Anda, sehingga mereka semakin mampu menempatkan diri ketika berhadapan dengan Anda. Selain untuk saling mengenal, acara ta’ruf juga berguna bagi Anda untuk mengungkap informasi yang tertutup tentang mad’u (kecuali informasi yang sifatnya aib). Di acara ta’aruf, Anda bisa menanyakan informasi tersebut secara lebih leluasa, karena situasinya mendukung (semua saling membuka diri). 52. Penuhi kebutuhan mad’u “Sesunggguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasih lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin” (QS. 9 : 128). Mengapa ada konsumen yang setia menjadi pelanggan sebuah toko? Karena ia merasa kebutuhannya terpenuhi. Jadi, salah satu kiat agar mad’u setia kepada Anda adalah memenuhi kebutuhannya. Bagaimana cara memenuhi kebutuhannya? Ketahui lebih dahulu kebutuhannya. Caranya dengan memperhatikan topik apa yang sering dibicarakan mad’u, dapat juga dengan menanyakan langsung kepadanya, bisa juga dengan menanyakan kebutuhan mad’u kepada teman dekatnya. Setelah Anda mengetahuinya, berusahalah untuk memenuhi kebutuhannya. Semakin tepat dan sering Anda memenuhi kebutuhan mad’u, semakin simpati dan setia ia kepada Anda. Sebaliknya, semakin tidak tepat dan jarang Anda memenuhi kebutuhan mad’u, maka semakin kecewa dan semakin tidak betah ia bersama Anda. Yang perlu Anda pahami juga, kebutuhan mad’u ada yang bersifat materi dan immateri (kejiwaan). Kebutuhan materi mungkin sulit dipenuhi, karena sebagian besar murobbi juga berkekurangan dari sisi materi. Selain itu juga dapat membuat mad’u jadi pamrih (tidak ikhlas) berinteraksi dengan Anda. Dampaknya juga hanya sementara. Karena itu, prioritaskan pemenuhan kebutuhan mad’u pada pemenuhan kebutuhan immaterinya. Karena dengan memenuhi kebutuhan immaterinya, berarti Anda memenuhi kebutuhan yang lebih strategis dan penting untuk menjalin hubungan jangka panjang dengan mad’u. Bagian V : TIPS MENUMBUHKAN SOLIDARITAS 53. Libatkan mad’u dalam pemecahan masalah “..sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka…” (QS. 42 : 38). Tips ini berguna untuk menumbuhkan sense of belonging (rasa memiliki) mad’u. Biasanya, semakin awal seseorang terlibat dalam suatu masalah, semakin besar rasa tanggung jawabnya untuk memecahkan persoalan itu. Jika persoalan itu ada dalam organisasi, maka keterlibatan seseorang pada masalah akan membuat semakin besar rasa memilikinya terhadap organisasi. Sebaliknya, semakin tidak dilibatkan dalam masalah, semakin kurang tanggung jawab seseorang terhadap organisasi. Karena itu, agar mad’u bertanggung jawab terhadap masalah-masalah dakwah dan halaqah, libatkan ia sejak awal dalam pemecahan masalah. Misalnya, libatkan ia dalam membuat program halaqah, aturan sangsi halaqah, pendanaan halaqah, evaluasi halaqah, dan kegiatan amal jama’i (aktivitas bersama) lainnya. Semakin sering Anda melibatkan mad’u pada masalah semakin besar rasa memilikinya terhadap halaqah. Namun, pelibatan masalah dapat dikecualikan untuk hal-hal yang termasuk amniyah atau kebijakan jama’ah. Untuk halaqah pemula, sebaiknya pelibatan masalah ini dilakukan berangsur-angsur. Hal itu disebabkan pemahaman mereka baru tumbuh. Jangan langung dilibatkan dalam masalah yang rumit, nanti mereka bisa stres dan trauma terhadap masalah di dalam halaqah. 54. Ajak mad’u dalam kegiatan Anda “Murobbi harus mendidik binaannya agar memahami cara beramal jama’i atau tabiat amal dalam sebuah jama’ah serta tuntutan-tuntutan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi, agar terjamim keselamatan dalam perjalanan, potensi tersatukan, dan produktifitas dapat ditingkatkan” (Musthafa Masyhur) Cara lain agar sense of belonging mad’u semakin besar terhadap dakwah dan halaqah adalah melibatkan mereka pada kegiatan Anda. Sebagai murobbi, Anda tentu memiliki kegiatan dakwah dari struktur dakwah yang lebih tinggi. Anda tentu juga memiliki kegiatan atas inisiatif Anda sendiri. Nah…dalam kegiatan-kegiatan tersebut, jika memungkinkan, libatkan mad’u sesering mungkin. Cara ini, selain menumbuhkan rasa memiliki, juga akan menambah wawasan dan pengalaman mad’u. Selain itu juga mempererat hubungannya dengan Anda. Sebagai murobbi, Anda perlu jeli membaca peluang mana kegiatan Anda yang dapat melibatkan mad’u. Memang, tidak semua kegiatan Anda dapat melibatkan mad’u. Kegiatan yang dapat melibatkan mad’u adalah kegiatan yang bukan termasuk amniyah, kegiatan yang memang dapat didelegasikan, kegiatan yang sesuai dengan kemampuan mad’u dan kegiatan yang membutuhkan kerjasama (mobilisasi). Kadangkala murobbi tidak mau melibatkan mad’u karena alasan tidak enak menyuruh mad’u atau kuatir jika mad’u dilibatkan malah pekerjaan tersebut tidak akan beres. Kekuatiran ini harus ditepis, Anda perlu belajar berani menyuruh orang lain dan belajar mempercayai orang lain. Namun perlu diingat, mengajak mad’u terlibat dalam kegiatan Anda bukan berarti memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi, tapi memanfaatkannya untuk kepentingan dakwah dan jama’ah. 55. Buat atribut bersama “Rasulullah saw memanggil para sahabatnya dengan nama julukan mereka, untuk menghormati mereka dan menarik simpati hati mereka, dan memberikan julukan kepada orang yang tidak memilikinya, sehingga orang tersebut dikenal dengan nama yang diberikan beliau tersebut (Imam Al Ghazali). Mengapa tim olahraga mempunyai seragam dan yel-yel khas? Tentu maksud mereka bukan untuk sok-sokan, tapi untuk membentuk semangat tim dan kekompakkan. Cara ini bisa Anda tiru untuk meningkatkan rasa memiliki mad’u terhadap halaqah. Buat atribut bersama untuk meningkatkan kebersamaan mad’u. Misalnya, dengan memberi nama halaqah, membuat kaos seragam bertuliskan nama halaqah, membuat stiker yang ada tulisan nama halaqah, membuat “lagu kebangsaan” sendiri, membuat nama julukan atau nama khas untuk setiap mad’u, dan lain-lain. Sebaiknya, atribut bersama tersebut dimusyawarahkan dengan mad’u, sehingga mereka merasa turut andil dalam membentuk kebersamaan kelompok. 56. Terbukalah terhadap ide-ide baru mad’u “Murobbi harus membiasakan mereka untuk memberikan kontribusi, menyeru orang lain kepada Allah, dan menyampaikan berbagai pelajaran. Bahkan ia harus mengkader mereka untuk menjadi murobbi yang melakukan tugas seperti dia bagi binana-binaan yang baru” (Musthafa Masyhur). Murobbi yang sukses juga murobbi yang terbuka terhadap ide-ide baru peserta. Dengan membuka diri terhadap ide-ide baru, Anda bukan hanya terbantu dalam memecahkan berbagai masalah, tapi juga meningkatkan kreativitas mad’u. Selain itu, juga meningkatkan rasa memiliki mad’u terhadap halaqah, karena mereka merasa diperhatikan idenya oleh Anda. Agar mad’u berlomba-lomba memberikan ide-ide barunya kepada Anda, Anda perlu menciptakan lingkungan halaqah yang demokratis. Lingkungan yang bebas mengemukan pendapat, mendorong prakarsa dan kritik, memberikan pujian daripada celaan, saling mempercayai, dan pengawasan yang wajar. Ide-ide yang kreatif tidak akan muncul dari lingkungan yang otoriter. Lingkungan yang lebih menonjolkan kecurigaan terhadap ide-ide baru, ketakutan akan tersaingi, keinginan untuk mendominasi, dan kebiasaan mencela pendapat yang berbeda. Anda, sebagai murobbi, harus menjadi orang yang demokratis terlebih dahulu sebelum ingin menciptakan lingkungan yang domokratis. Tidak mungkin lingkungan yang demokratis lahir dari pemimpin yang otoriter. 57. Jangan biarkan ada mad’u yang terlalu mendominasi “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang kokoh” (QS. 61 : 4). Mad’u yang terlalu mendominasi akan berakibat buruk bagi halaqah. Iklim kerjasama akan sulit terbentuk karena halaqah tergantung pada seseorang. Mad’u yang terlalu dominan juga bisa besar kepala dan sulit dikontrol. Sebagai murobbi, Anda yang harus dominan bukan mad’u. Sebab Andalah yang membina dan memimpin mereka. Bagaimana cara mengatasi mad’u yang terlalu dominan? Anda perlu “merebut kekuasaan” darinya dengan cara elegan. Beri taujih kepada mad’u tentang pentingnya tidak tergantung pada salah seorang diantara mereka. Tunjuk mad’u yang tidak dominan untuk lebih sering mengkoordinir amal jama’i halaqah. Dekati mad’u yang terlalu dominan dan ajak ia untuk meningkatkan kerjasama halaqah dengan cara tidak mendominasi halaqah. Buat mekanisme halaqah yang mencegah dominasi seorang mad’u. Misalnya, menggilir kepengurusan halaqah (ketua, sekretaris, bendahara, dan lain-lain) atau tugas-tugas dalam halaqah (siapa yang jadi moderator, kultum, dan lain-lain), mengatur tata tertib berbicara dalam halaqah (contohnya, jika ingin berbicara harus terlebih dahulu izin dengan mengacungkan jari, setiap berbicara dibatasi waktunya, setiap peserta hanya mendapatkan giliran berbicara sebanyak satu atau dua kali, dan lain-lain). 58. Beri mad’u kesempatan untuk menyatakan kritik “Sangat bermanfaat bila al akh murobbi memberi kesempatan kepada binaan untuk bertanya dan meminta penjelasan, meminta agar tiada seorang pun dari mereka menyimpan sesuatu yang mengganggu jiwanya tanpa berusaha meminta penjelasan tentangnya, dan memberi kesempatan pada mereka untuk bertanya empat mata bagi yang menghendaki, agar tiada rasa tidak enak” (Musthafa Masyhur). Beri kesempatan kepada mad’u menyatakan kritik. Dengan memberikan kesempatan itu, mad’u akan belajar berani mengkritik, belajar tentang cara mengkritik, dan belajar juga untuk menyatakan pendapat. Semua itu penting untuk meningkatkan kepercayaan diri mad’u. Bagi Anda, kritik juga berguna untuk tidak salah dalam melangkah, membuat Anda belajar banyak tentang kebenaran, dan membuat Anda semakin peduli dengan pendapat orang lain. Juga melatih Anda bersikap lapang dada dan sabar. Semua itu berguna untuk membentuk pemimpin yang demokratis dan peduli terhadap pengikutnya. Budaya kritik harus ditumbuhkan secara timbal balik dalam halaqah. Bukan hanya Anda yang berani mengkritik mad’u, tapi juga mad’u berani mengkritik murobbinya. Namun budaya kritik ini perlu dilakukan dalam suasana kasih saying, kebenaran dan kesabaran. Seringkali budaya kritik ini padam dalam halaqah karena sikap murobbi yang otoriter, posesif, merasa diri paling benar dan cepat tersinggung jika dikritik. Akhirnya, mad’u jadi enggan mengkritik murobbinya. Apa akibatnya? Akibatnya, mad’u menjadi orang yang tidak percaya diri mengkritik dan menyampaikan pendapat. Murobbi juga menjadi tidak tahu diri. Tidak tahu apakah dirinya benar atau salah dalam membina mad’unya. Tidak tahu apakah dirinya peduli atau tidak dengan orang lain. Juga tidak tahu apakah dirinya berada dalam kebenaran atau tidak. Ingat! mad’u termasuk orang terdekat murobbi. Orang terdekat paling tepat untuk dijadikan penasehat dan “cermin” kita. 59. Lakukan acara makan bersama “Rasulullah saw suka memberikan makanan” (Imam Al Ghazali). Apa hubungannya acara makan bersama dengan tips murobbi sukses? Tentu ada. Dengan membiasakan makan bersama mad’u (misalnya sebelum acara halaqah), Anda menjalin ukhuwah yang lebih akrab. Inilah salah satu cara Rasulullah saw untuk menjalin ukhuwah dengan para sahabatnya, seperti yang dapat Anda baca dalam sirah Nabi (sejarah kehidupan Nabi saw). Lebih baik lagi jika acara makan bersama ini dilakukan pada satu wadah, bukan pada piring terpisah, seperti yang dilakukan Rasulullah saw bersama para sahabatnya. Acara makan bersama ini juga bisa diadakan di luar halaqah, seperti ketika mabit (menginap), rihlah (rekreasi) atau pergi bersama mad’u. Bisa juga dilakukan di rumah makan, jika repot memasaknya sendiri. Mungkin kendalanya adalah biaya. Makan bersama membutuhkan biaya yang besar. Hal ini dapat “diakali’ dengan cara patungan atau menetapkan aturan tidak tertulis bahwa kalau makan bersama di rumah makan, bayarnya BS-BS (Bayar Sendiri), sehingga tidak memberatkan satu sama lain. Bagian VI : TIPS MENINGKATKAN DISIPLIN 60. Jangan suka bolos, kecuali jika uzur syar’i “Pada prinsipnya, barangsiapa yang rajin dalam bekerja maka beruntunglah ia” (Hasan Al Banna) Murobbi sukses adalah murobbi yang tidak suka absen pada acara halaqah, kecuali jika uzur syar’i (halangan sesuai syar’i). Ketidakhadiran Anda pada acara halaqah hanya boleh jika Anda sakit (kalau flu atau sakit ringan saja tetap perlu hadir), ada tugas dari struktur dakwah yang lebih tinggi, ada acara keluarga yang penting, ujian dalam waktu dekat (itu pun jika Anda kuliah atau sekolah), dan alasan lainnya yang sifatnya lebih penting atau mendesak. Tidak boleh Anda tidak hadir dalam halaqah karena alasan malas atau bosan. Jika itu yang terjadi, siap-siap saja Anda “menularkan penyakit”. Ketidakhadiran Anda akan menular kepada mad’u, sehingga mad’u menjadi sering bolos juga. Bagaimana caranya agar Anda bisa hadir rutin di halaqah? Sediakan waktu untuk halaqah, kalau perlu pada waktu prime time Anda (waktu utama Anda). Ingat-ingat manfaat hadir dalam halaqah dan kerugiannya jika tidak hadir. Bayangkan wajah harap mad’u menunggu kehadiran Anda. Jangan terpengaruh dengan kondisi mad’u yang mungkin menyebalkan, dan jangan terpengaruh dengan cuaca. Pokoknya, hindari alasan, karena sebagian besar alasan itu dibuat-buat dan merupakan godaan syetan. Jika Anda hadir secara rutin dalam halaqah, mad’u juga akan bersemangat untuk hadir. Mereka akan siap bersama Anda mengarungi luasnya amal Islam dan dakwah. 61. Jika tidak hadir, beri tugas kepada mad’u “dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku” (QS. 29-32). Jika Anda terpaksa tidak hadir di halaqah karena uzur syar’i, berikan tugas kepada mad’u Anda. Tugas tersebut harus mereka kerjakan dalam acara halaqah. Kalau bisa, tugas itu agak rinci agar waktunya memadai untuk dilaksanakan selama waktu halaqah. Contoh tugas yang dapat Anda berikan adalah membahas program halaqah, mengulang materi sebelumnya, diskusi dengan tema tertentu, mengevaluasi jalannya halaqah, bedah buku, dan lain-lain. Apa dampaknya jika Anda tidak memberi tugas? Mungkin saja jalannya halaqah menjadi tak menentu. Atau bisa saja mereka mempercepat waktu halaqah. Bahkan mungkin malah membubarkan diri. Bukan juga merupakan hal yang bijaksana jika Anda meliburkan halaqah karena Anda tidak hadir dalam halaqah. Hal ini akan menyebabkan halaqah berjalan tidak rutin. Mad’u juga menjadi tidak mandiri, karena tergantung dengan kehadiran Anda. Biarkan halaqah tetap berjalan walau tanpa kehadiran Anda. Asalkan ketidakhadiran Anda memang betul-betul uzur syar’i. 62. Buat aturan sangsi dan jalankan secara konsisten “Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab” (Umar bin Khatab ra). Sangsi sangat penting ditegakkan dalam halaqah, karena ia merupakan salah satu pilar penegakkan disiplin. Pilar yang lain adalah penghargaan. Tanpa sangsi, disiplin sulit ditegakkan. Allah SWT sendiri menerapkan sangsi (dosa) agar manusia patuh pada aturan-Nya. Namun, sangsi kurang cocok diterapkan untuk halaqah pemula, karena mereka belum memiliki kesadaran yang tinggi tentang dakwah dan halaqah. Sangsi baru boleh dikenakan jika Anda yakin mad’u telah tsiqoh (percaya) kepada Anda. Sebaiknya, sangsi yang Anda kenakan pada mad’u merupakan sangsi hasil musyawarah bersama, sehingga mereka merasa memiliki terhadap aturan sangsi tersebut. Sangsi yang dibuat meliputi jenis pelanggaran dan besarnya sangsi. Contohnya, sangsi terhadap keterlambatan dan absensi, sangsi terhadap kelalaian tugas, sangsi tidak melaksanakan program, dan lain-lain. Selain itu, sangsi yang Anda kenakan sebaiknya adalah sangsi yang tidak terlalu berat. Sebab jika terlalu berat, hanya akan membuat mad’u stres dan trauma. Bahkan mungkin hengkang dari halaqah. Sangsi yang terlalu ringan juga tidak baik. Sebab akan disepelekan mad’u, sehingga mereka tidak takut untuk melanggarnya. Sangsi yang efektif adalah sangsi yang mendidik, dijalankan dengan konsisten, serta tidak terlalu ringan atau terlalu berat. Contoh sangsi adalah hapalan ayat/hadits, kultum, push up, sit up, denda berupa uang, membawa makanan, memberikan hadiah, dan silaturahmi. 63. Cegah kesalahan mad’u sedapat mungkin “Termasuk pelik-pelik tugas mengajar, yaitu mencegah murid dari akhlaq tercela, dengan cara tidak langsung atau terang-terangan sedapat mungkin, dan dengan kasih sayang bukan dengan celaan” (Imam Al Ghazali). Salah satu tugas murobbi adalah membimbing mad’u agar selalu berada dalam jalan yang benar. Anda perlu berupaya sekuat tenaga agar mad’u tidak terjerumus dalam kesalahan. Anda harus bersikap preventif dengan mengingatkannya berulang-ulang. Kalau perlu, disertai ultimatum dan ancaman. Misalnya, jika mad’u ingin menikah Anda perlu mengingatkannya agar dalam proses pernikahannya tidak melanggar syar’i. Ingatkan ia berulang-ulang, kalau perlu disertai pemberitahuan tentang konsekuensi yang akan diterima jika ia melanggarnya. Sikap Anda yang terlihat tegas dan keras dibutuhkan agar mad’u hati-hati dalam melangkah. Juga agar Anda tidak terlalu banyak menyelesaikan persoalan-persoalan yang sifatnya kuratif. Mencegah lebih baik daripada mengobati. Namun, cara ini belum saatnya diterapkan untuk mad’u pemula. Mereka masih perlu banyak diberikan toleransi. 64. Maafkan kesalahan mad’u “Jadilah engkau pema’af …” (QS. 7 : 199). Sebelum berbuat, mad’u perlu dingatkan dengan tegas agar tidak berbuat salah. Tapi jika akhirnya ia berbuat salah, Anda harus memaafkannya. Gimana kalau kesalahan yang dilakukan berulang kali? Tetaplah memaafkannya. Memang, menjadi murobbi harus sabar dan lapang dada. Harus mempunyai “stock (persedian)” maaf yang banyak, sehingga tidak cepat sakit hati atau mendendam kepada mad’u. Ingat, Anda adalah da’i, bukan hakim. Tugas murobbi hanya mengajak, bukan menghakimi dan menghukum orang. Karena itu, buat apa sakit hati dan mendendam kepada mad’u? Indikasi bahwa Anda dengan tulus memaafkan mad’u terlihat dari sikap Anda yang tidak berubah kepadanya. Anda kembali bersikap seperti biasa kepadanya dan tidak mengucilkannya. Tugas Anda hanya mengingatkannya dengan lemah lembut dan sabar. Setelah itu, berdoa agar mad’u tidak mengulangi kesalahannya dan bertaubat. Mudah-mudahan dengan mendoakannya, mad’u akan sadar dengan sendirinya. Lalu bolehkah kita memberi sangsi kepada mad’u yang salah? Boleh. Namun bukan dengan sangsi yang sifatnya menghukum, tapi mendidik. Apa bedanya? Kalau sangsi yang mendidik, maka Anda memberikan kesempatan kepada mad’u untuk memperbaiki diri dan tidak membuat ia “lari” dari Anda. Sebaliknya, sangsi yang menghukum bentuk sangsinya terlalu keras dan tidak memberi kesempatan mad’u untuk memperbaiki kesalahannya. Akibatnya, mad’u bisa sakit hati dan mungkin enggan halaqah lagi. Bahkan mungkin trauma dengan dakwah dan Islam. Na’udzubillah min dzalik. 65. Jangan sering datang terlambat “Al akh da’i harus bertanggung jawab atas waktu obyek dakwahnya. Karenanya, ia harus membiasakan diri hadir tepat waktu dan berusaha sekuat tenaga memberikan bekal yang baik, sesuai dengan waktu yang tersedia” (Musthafa Masyhur). Apa sich dampak terlambat menghadiri sebuah kegiatan? Banyak, diantaranya kehilangan peluang, malu, menimbulkan rasa bersalah, jadi kurang PD (Percaya Diri), indikasi bahwa pelakunya tidak menghargai waktu, tidak pandai mengatur waktu, akan mengecewakan orang lain, dan tidak menghargai orang lain. Semua dampak itu akan Anda dapatkan jika sering terlambat datang ke halaqah. Selain itu, perilaku terlambat murobbi juga akan ditiru oleh mad’u. Akhirnya, agenda acara halaqah menjadi molor atau tertunda pelaksanaannya. Program dan sasaran halaqah jadi sulit terealisir. Disiplin kehadiran juga sulit ditegakkan, karena tidak ada keteladanan dari murobbi. Karena begitu banyak dampak keterlambatan menghadiri halaqah, maka Anda jangan datang terlambat ke halaqah. Datanglah tepat waktu! Lebih baik lagi jika Anda datang 10 atau 15 menit sebelum jadwal halaqah dimulai. Anda bisa menggunakan waktu itu untuk persiapan (mental, fisik, dan materi). Anda bisa juga menggunakannya untuk bercengkrama dengan mad’u yang sudah datang lebih dulu. Dari situ, Anda bisa lebih mengenalnya dan bisa lebih akrab dengannya. 66. Buat mereka agar taat kepada Anda “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kamu…” (QS. 4 : 59). Salah satu tugas murobbi adalah membuat mad’unya taat terhadapnya. Mengapa? Karena halaqah merupakan miniatur jama’ah. Di dalam jama’ah harus ada ketaatan anggota terhadap pemimpinnya. Tanpa ketaatan, maka jama’ah akan hilang kekuatannya dan mudah dihancurkan oleh musuh-musuh dakwah. Selain itu, ketaatan mad’u kepada murobbi merupakan indikasi kesungguhan mad’u untuk beramal jama’i. Juga menunjukkan pemahamannya terhadap hakekat dakwah dan jama’ah. Yang diminta dari mad’u adalah ketaatan dengan kesadaran, bukan ketaatan dengan paksaan dan ancaman. Bagaimana caranya agar mad’u taat kepada Anda? Anda harus menjelaskan kepada mad’u tentang urgensi taat kepada murobbi. Juga menjelaskan implikasi dari ketidaktaatan mad’u kepada murobbi. Penjelasan ini perlu disampaikan berulang-ulang, terutama saat mad’u mulai mengabaikan ketaatan. Tentu saja ketaatan mad’u kepada murobbi ada batasnya. Yakni selama hal tersebut tidak bertentangan dengan syar’i. Selama tidak bertentangan dengan syar’i, mad’u wajib mentaati murobbinya, walau bertentangan dengan pendapatnya sendiri. Namun perlu dingat! Bahwa ketaatan mad’u kepada Anda bukan berarti menutup koridor musyawarah, saran dan kritik. Hal itu tetap perlu dijalankan agar keputusan Anda lebih bijaksana. Dengan mad’u taat kepada Anda, maka Anda lebih mudah untuk membina, mengarahkan, menasehati, dan memobilisasi mereka untuk kepentingan dakwah dan jama’ah. 67. Jangan pilih kasih! “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu…” (QS. 4 : 135) Jangan pilih kasih terhadap mad’u. Inilah salah satu tips yang perlu Anda ingat jika ingin jadi murobbi sukses. Sikap pilih kasih, hanya akan membuat mad’u yang tidak dikasihi menjadi kecewa dan tidak simpati terhadap Anda. Sikap pilih kasih juga membuat Anda tidak lagi obyektif menilai mad’u. Misalnya, karena Anda lebih akrab dengan mad’u “A”, maka ketika mad’u “A” bertikai dengan mad’u “B”, Anda langsung membelanya tanpa melihat lebih dulu siapa yang bersalah. Sikap ini bukan saja tidak obyektif dan adil, tapi juga membuat Anda berdosa. Anda dapat memulai sikap tidak pilih kasih dari hal yang sederhana. Misalnya, dari cara memandang mad’u ketika menyampaikan materi. Pandanglah mad’u Anda secara merata. Jangan hanya memandang mad’u tertentu saja. Contoh lain, ketika mad’u menyampaikan pertanyaan kepada Anda. Layani semua pertanyaan tersebut. Jangan hanya melayani pertanyaan dari mad’u yang Anda sayangi saja. Termasuk juga jangan pilih kasih dalam memberikan sangsi ketika mad’u berbuat salah. Berikan sangsi secara adil untuk kesalahan yang sama. 68. Jangan bosan mentaujih kedisiplinan “Da’i tidak boleh jenuh mengulang pembicaraan seputar makna tertentu agar lebih tertanam dalam pikiran pendengar. Jangan mempunyai anggapan bahwa menyebutkan sekali saja sudah cukup memberikan kejelasan dan kemantapan makna bagi orang yang diajak bicara. Sesungguhnya pengulangan itu memiliki faedah tersendiri, dan boleh berkreasi dalam gaya pemaparan saat pengulangan. Metode seperti ini dapat dilihat dengan jelas pada gaya bahasa Al Qur’an” (Musthafa Masyhur). Disiplin adalah syarat suksesnya halaqah. Tanpa disiplin, tidak mungkin halaqah sukses mencapai tujuannya. Anda harus sering mentaujih (menasehati) kedisiplinan kepada mad’u. Jangan bosan untuk mengulang-ulangnya. Tentu saja agar mad’u tidak bosan mendengarnya, Anda perlu menyampaikannya dengan variatif. Misalnya, argumentasinya berbeda, waktu penyampaiannya berbeda (di dalam materi, di dalam acara mutaba’ah, di dalam acara tadabbur, dan lain-lain), dan suasananya juga berbeda (dalam halaqah, mabit, rihlah, dan lain-lain). Dengan sering mentaujih kedisiplinan secara variatif, Insya Allah mad’u akan termotivasi untuk terus menerus disiplin. Jangan merasa cukup menyampaikan tentang kedisiplinan sekali saja. Kemudian Anda berpendapat mereka sudah paham, sehingga tak perlu lagi ditaujih tentang kedisiplinan. Hal ini keliru. Disiplin harus sering diingatkan. Karena manusia punya kecenderungan untuk mengabaikan disiplin. Tugas Anda sebagai murobbi untuk mengingatkan mereka agar senantiasa disiplin terhadap aturan atau tata tertib halaqah. 69. Jangan sungkan menegur mad’u “Maka karena itu serulah (mereka kepada agama itu) dan tetaplah sebagaimana diperintahkan kepadamu” (QS. 42 : 15). Ada murobbi yang sungkan menegur mad’unya yang berbuat salah. Mungkin karena ia terlalu berprasangka baik kepada mad’unya, merasa berhutang budi, atau terlalu akrab. Apa akibatnya jika Anda sebagai murobbi sungkan menegur mad’u? Pertama, mad’u tidak tahu perbuatannya salah. Kedua, jika tahu perbuatannya salah, ia akan meneruskannya karena dilihatnya Anda diam saja. Ketiga, mad’u akan terbiasa meremehkan pendapat Anda, karena Anda tak pernah menegurnya. Dampak dari sungkan menegur mad’u ini perlu diantisipasi oleh Anda. Tidak menegur mad’u mungkin dapat dilakukan jika ia merupakan mad’u pemula. Tapi untuk mad’u yang sudah lama halaqah, Anda harus berani menegurnya. Sebagai murobbi, Anda punya hak untuk menegur mad’u. Yang penting juga, jangan menunda-nunda untuk menegur mad’u. Mungkin dengan dengan harapan ia akan menyadarinya sendiri. Alasan ini masih spekulatif. Bagaimana kalau ia malah semakin menjadi-jadi dalam berbuat kesalahan? Ingat! Halaqah adalah kumpulan orang-orang yang segera beramar ma’ruf nahi mungkar. Hilangnya semangat amar ma’ruf nahi mungkar dapat berakibat pada hilangnya berbagai kebaikan yang ada dalam halaqah. Bagaimana cara menegur mad’u? Tegur ia bukan di depan orang banyak. Segera sampaikan kepadanya apa yang menurut Anda salah. Berikan ia kesempatan untuk menyampaikan keberatan atau alasan. Lihat apakah setelah ia menyatakan alasan, teguran Anda masih proporsional atau tidak. Jika masih proporsional, tegaskan kembali teguran Anda. Kalau perlu, beri ia ancaman sangsi yang mendidik. Setelah itu tutup pembicaraan dengan isyarat verbal atau non verbal bahwa Anda menyayanginya. Jika setelah ditegur, ia tetap melakukan perbutan yang salah. Tegur lagi ia sebanyak dua kali (kalau perlu berikan sangsi kepadanya). Jika setelah itu, ia masih berbuat salah juga, tugas Anda sudah selesai. Tugas Anda hanyalah mengajak (da’i) bukan menghakimi. 70. Tanyakan peserta yang tidak hadir secara terbuka “Sungguh, aku melihat seseorang mondar-mandir di dalam surga karena sebuah pohon yang pernah ditebangnya dari punggung jalan yang mengganggu kaum muslimin” (HR. Muslim). Cara lain untuk meningkatkan disiplin kehadiran adalah menanyakan kehadiran mad’u yang tidak hadir secara terbuka. Tanyakan kepada yang hadir mengapa si A, si B atau si C (mad’u Anda) tidak hadir. Tanyakan alasan ketidakhadirannya secara gamblang. Lakukan itu setiap pertemuan halaqah. Kalau perlu komentari mereka yang tidak hadir tanpa alasan yang jelas. Tapi komentar Anda jangan menjelekjelekkan mad’u yang tidak hadir. Dengan menanyakan ketidakhadiran secara terbuka, Anda mendidik mad’u untuk peduli pada orang lain. Mereka juga tahu bahwa Anda peduli kepada mereka. Selain itu, mereka juga akan instrospeksi diri bahwa ketidakhadiran perlu memiliki alasan yang kuat (syar’i). Mereka juga jadi memahami bahwa kehadiran merupakan hal yang penting dalam halaqah. Sebaliknya, jika murobbi cuek terhadap ketidakhadiran mad’u, maka mad’u akan meremehkan ketidakhadiran dan menganggap murobbi kurang peduli terhadap disiplin kehadiran. 71. Jangan merasa terlalu berhutang budi dengan mad’u “Cintailah kekasihmu seperlunya, karena bisa jadi ia menjadi orang yang kamu benci di suatu hari. Dan bencilah orang yang kamu benci seperlunya, karena bisa jadi ia menjadi kekasihmu di suatu hari” ( HR. Tirmidzi). Bolehkah kita merasa berhutang budi dengan mad’u? Boleh. Bahkan dalam taraf tertentu harus memiliki perasaan itu agar pandai membalas budi. Tapi merasa terlalu berhutang budi adalah salah. Murobbi yang terlalu merasa berhutang budi akan bertindak pilih kasih dan tidak tegas kepada mad’unya. Jika mad’u berbuat salah, ia akan sungkan menegurnya. Ketika mad’u konflik dengan ikhwah lainnya, ia akan membelanya, tanpa menilai mana yang salah. Padahal sebagai murobbi, Anda harus bersikap adil dan obyektif terhadap mad’u. Juga harus berani menegur mad’u jika ia melakukan kesalahan tanpa perasaan sungkan sedikitpun. Murobbi yang pilih kasih dan sungkan menegur mad’unya hanya membuat mad’u menjadi besar kepala dan akan melakukan kesalahan terus menerus. Mad’u lainnya juga akan merasa iri dan mungkin benci terhadap mad’u tersebut. Namun tidak merasa berhutang budi sama sekali terhadap mad’u juga salah. Sikap ini akan membuat murobbi tidak pandai berterima kasih. Orang yang tidak pandai membalas budi akan bersikap kurang peduli terhadap orang lain. Sikap ini tentu saja akan mengecewakan mad’u dan membuat mereka marasa tidak simpati terhadap murobbi. Jadi, bersikap moderat adalah jalan terbaik. Jangan merasa terlalu berhutang budi, tapi juga jangan merasa sama sekali tidak berhutang budi kepada mad’u. Murobbi yang terlalu merasa berhutang budi hanya akan membuat dirinya bersikap tidak obyektif dan tegas kepada mad’unya. Bagian VII : TIPS MEMBERIKAN TUGAS 72. Berikan tugas secara berangsur “Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan)” (QS. 84 : 19) Membina atau mendidik orang lain berarti memberikan pemahaman tentang sesuatu secara berangsur-angsur. Pemahaman akan lebih baik jika diiringi dengan praktek yang, sebagiannya, dapat berupa tugas-tugas dari Anda. Tugas dalam halaqah dapat terbagi menjadi dua, tugas formal dan tugas informal. Tugas formal adalah tugas yang diketahui maksudnya oleh mad’u. Tugas informal adalah tugas yang tidak diketahui maksudnya oleh mad’u. Mungkin, kelak ia akan mengetahuinya. Kedua jenis tugas itu perlu Anda berikan secara berangsung-angsur sesuai dengan kemampuan mad’u. Misalnya, sebelum Anda memberi tugas mengisi dauroh, terlebih dahulu Anda memberi tugas untuk mengisi kultum, membuka/menutup acara halaqah, menjadi moderator diskusi halaqah, dan lain-lain. Tugas yang langsung berat dapat membuat mad’u minder. Bahkan jika ia merasa gagal melaksanakan tugas itu, ia bisa merasa trauma dan kapok untuk melakukannya lagi. 73. Jangan memberikan tugas terlalu banyak “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (QS. 2 : 286). Jangan terlalu banyak Anda memberikan tugas kepada mad’u. Misalnya, baru kemarin Anda memberikan tugas mengisi dauroh, hari ini sudah memberikan tugas untuk menjadi panitia seminar. Pekan depan Anda sudah mempersiapkannya untuk mengikuti pelatihan Dakwah Kampus. Tugas yang terlalu banyak dan terus menerus dapat membuat mad’u kewalahan dan stres. Tugas yang dikerjakannya pun lama kelamaan menjadi sembrono. Bahkan akhirnya, ia jadi jemu, apatis dan masabodo dengan tugas-tugas itu. Indikasi bahwa mad’u sudah terlalu banyak diberi tugas terlihat dari keluhannya. Keluhan itu mungkin langung disampaikan kepada Anda atau kepada teman satu halaqahnya. Anda perlu jeli dengan indikasi tersebut dan kemudian menghentikan tugas untuknya. Biarkan ia “cuti” dari tugas untuk sementara waktu sampai kejemuannya hilang. Tugas yang sedikit tapi rutin lebih baik daripada tugas yang banyak tapi jarang. Namun perlu dipahami, tidak semua mad’u memiliki kemampuan memikul beban tugas yang sama. Ada mad’u yang diberi tugas banyak tapi ia mampu menyelesaikannya. Sebaliknya mad’u lain, yang diberi tugas sama banyak, mungkin sudah kewalahan dengan tugas yang banyak tersebut. 74. Jangan terlalu sedikit memberikan tugas “Amal agama yang paling disenangi oleh Rasulullah saw adalah yang dikerjakan secara terus menerus oleh pelakunya” (HR. Buklhari). Jangan juga memberikan tugas terlalu sedikit kepada mad’u, bahkan hampir tidak pernah. Hal ini dapat membuat mad’u lambat perkembangannya. Mad’u juga merasa kurang diperhatikan dan diberdayakan oleh Anda. Padahal ia tahu, menjadi mad’u berarti harus taat kepada perintah murobbi. Bagaimana ia bisa taat kalau murobbi tidak pernah memberikan tugas kepadanya? Tugas yang jarang diberikan mungkin disebabkan murobbi tak tahu dan bingung tugas apa yang akan diberikan. Sebenarnya hal itu tak perlu terjadi jika Anda kreatif membuat tugas. Jangan tunggu intruksi atau program dari struktur dakwah yang lebih tinggi untuk memberikan tugas kepada mad’u. Anda dapat merancang sendiri tugas untuk mad’u. Banyak hal yang bisa Anda tugaskan kepada mad’u, jika kreatif. Misalnya, Anda dapat memberikan tugas membuat kliping, memantau perkembangan situasi tertentu, menemani Anda berdakwah, menghapal ayat, mengikuti pelatihan, bersilaturahmi ke ikhwah tertentu, menelpon Anda, membuat kue (bagi akhwat), dan lain-lain. Pokoknya jika Anda kreatif, Anda dapat memberikan seribu satu tugas kepada mad’u. Jadi, tidak ada alasan bingung memberikan tugas kepada mad’u. Mungkin juga Anda tidak memberikan tugas kepada mad’u karena merasa sungkan atau kuatir memberatkannya. Tidak! Anda tidak boleh sungkan memberi tugas kepada mad’u. Anda harus berani dan PD memberi tugas kepad mad’u. Bagaimana caranya agar Anda PD dalam memberikan tugas? Caranya, ketika memberi tugas, beri taujih kepadanya bahwa tugas tersebut, walau sepele, adalah penting untuk Anda dan mad’u. Anda harus serius mengucapkannya, jangan terlihat minder, ragu, apalagi sambil bercanda dan cengar-cengir. Dengan keseriusan Anda, Insya Allah ia akan bersungguh-sungguh melaksanakan tugas yang Anda berikan. 75. Beri tugas secara adil, termasuk kepada mad’u yang pernah gagal melaksanakan tugas ”Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk tidak berlaku adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepad takwa” (QS. 5 : 8) Berikanlah tugas kepada mad’u dengan adil. Adil disini berarti, selain memberi tugas sesuai kemampuan mad’u, memberikan tugas tanpa pilih kasih. Misalnya, jangan memberi tugas hanya kepada mad’u tertentu saja dengan alasan ia sering berhasil melaksanakan tugas. Sedang mad’u lain, yang pernah gagal melaksanakan tugas, tidak diberikan. Berikanlah tugas secara adil, termasuk kepada mad’u yang pernah gagal. Kadangkala, murobbi bertindak begitu karena kuatir tugas itu akan gagal lagi jika diberikan kepada mad’u yang pernah gagal. Sikap tersebut tidaklah benar. Murobbi harus berani dan tidak trauma memberikan tugas kepada mad’u yang pernah gagal melaksanakan tugas. Apalagi sampai memblack listnya, sehingga ia tak pernah lagi menerima tugas. Jika hal itu Anda lakukan, Anda telah menilai seseorang secara hitam putih. Artinya, bagi Anda orang yang gagal akan gagal seterusnya. Sikap ini keliru dan tidak bijak. Orang yang gagal belum tentu selamanya gagal. Bahkan orang yang seringkali gagal, besar kemungkinan akan sukses. Karena itu, beri kesempatan kepada mad’u yang pernah gagal untuk melaksanakan tugas lagi. Mungkin pengawasannya saja yang perlu diubah. Jika dulu tidak terlalu ketat, sekarang diperketat, agar kalau ada kesalahan Anda dapat cepat mengkoreksi dan membantunya. Bagian VIII : TIPS MENINGKATKAN RUHIYAH 76. Buat evaluasi yaumiah “Orang mukmin selalu mengevaluasi dirinya, ia menghisabnya karena Allah. Hisab akan menjadi ringan bagi orang-orang yang telah menghisab diri mereka sendiri, dan akam menjadi berat pada hari kiamat bagi orang-orang yang mengambil perkara ini tanpa muhasabah” (Al Hasan) Murobbi seringkali menghadapi kendala untuk mengetahui perkembangan iman dan amal mad’u di luar halaqah. Hal ini wajar karena biasanya murobbi hanya bertemu mad’u pada pertemuan halaqah. Untuk mengatasinya, Anda perlu membuat evaluasi yaumiah (harian). Apa yang dimaksud evaluasi yaumiah? Evaluasi yaumiah adalah evaluasi tentang perkembangan ibadah mahdhoh (khusus) dan aktivitas harian mad’u (seperti sholat berjama’ah, tilawah Al Qur’an, zikir, qiyamul lail, shaum, infaq, olahraga, silaturahmi, baca buku, dan lain-lain). Evaluasi yaumiah sebaiknya dilakukan setiap acara halaqah. Agenda acaranya perlu disediakan secara khusus. Pada waktu tersebut, setiap mad’u melaporkan perkembangan ibadah dan aktivitas hariannya. Laporan bisa disampaikan secara tertulis (dalam bentuk formulir). Bisa juga dilakukan secara lisan (dengan ditanyakan langsung kepada mad’u). Atau bisa juga dilakukan dengan keduanya (tertulis dan lisan). Namun, sebelum Anda menerapkan evalusai yaumiah, Anda perlu menyepakati terlebih dahulu dengan mad’u ibadah dan aktivitas apa yang akan dievaluasi. Tetapkan juga target minimal yang perlu dilakukan untuk setiap jenis ibadah dan aktivitas. Misalnya, tilawah Qur’an 4 lembar per hari, olahraga 2 kali per pekan, shaum 1 kali per pekan, dan lain-lain. Kalau perlu, Anda bisa menambahkannya dengan aturan sangsi, agar mad’u lebih bersungguh-sungguh untuk mengerjakannya. 77. Dekatkan diri Anda kepada Allah “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan” Q.S. 5 : 35). Menjadi murobbi bukan hanya membutuhkan keterampilan hubungan manusia (hablum minannas), tapi juga membutuhkan keterampilan hubungan dengan Allah (hablum minallah). Anda harus dekat kepada Allah (taqorubbillah), jika ingin sukses membina. Dengan dekat kepada Allah, niat Anda membina akan selalu ikhlas, semangat Anda juga senantiasa tinggi. Anda juga lebih tawakal terhadap permasalahan yang muncul. Anda juga akan lebih sabar dalam membina. Semakin dekat hubungan Anda kepada Allah, semakin besar jaminan untuk sukses membina mad’u. Sebaliknya, semakin jauh Anda dari Allah semakin besar peluang kegagalan Anda dalam membina. Sebab membina berarti merubah orang, dan hal itu tak akan efektif jika hatinya tidak berubah. Sedang hati itu milik Allah. Karena itu, dekatilah sang pemilik hati (Allah) dan berdoalah agar hati mad’u Anda berubah ke arah kebaikan. Dekatkan diri Anda kepada Allah melalui ibadah mahdhoh, seperti sholat tepat waktu, sholat sunnah, qiyamaul lail, zikir (terutama doa robithoh, doa ikatan hati), shaum, tilawah Al Qur’an, dan lain-lain. 78. Berwudhulah sebelum mengisi halaqah Sesungguhnya umatku akan diseru pada hari kiamat dalam keadaan bersih dan bercahaya karena bekas-bekas wudhunya, maka barang siapa yang bisa memanjangkan cahayanya maka hendaknya dia melakukannya” (Muttafaq ‘alaih). Mengapa perlu berwudhu sebelum mengisi halaqah? Pertama, dengan berwudhu Anda membersihkan dan menyegarkan tubuh. Kedua, Anda melaksanakan sunnah Nabi dengan berwudhu sebelum membaca ayat-ayat Qur’an. Ketiga, dengan berwudhu mental Anda juga menjadi lebih siap untuk mengisi halaqah (karena Anda merasa dalam keadaan suci). Manfaat ini tentu saja tidak bisa Anda abaikan. Karena itu, biasakanlah berwudhu sebelum mengisi halaqah. 79. Lakukan sholat fardhu berjama’ah “Sholat jama’ah itu lebih utama dari sholat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat (Muttafaq “alaih). Sebelum halaqah dimulai atau setelah halaqah selesai, lakukanlah sholat fardhu berjama’ah bersama mad’u di tempat halaqah. Dengan melakukan sholat berjama’ah, suasana ruhiyah lebih terasa. Ukhuwah juga lebih akrab. Apalagi jika dilakukan secara rutin dan dijadikan program, hasilnya akan lebih nyata. Mulailah dengan membuat kesepakatan bahwa setiap sebelum atau setelah halaqah, Anda dan mad’u harus melaksanakan sholat fardhu berjama’ah di tempat halaqah. Bisa juga sholat fardhu berjama’ah ini Anda lakukan di masjid bergabung dengan jama’ah masjid lain. Tentu saja melakukan sholat berjama’ah bersama mad’u ini berlaku tanpa mengabaikan keutamaan waktu sholat dalam Islam. Jangan gara-gara ingin sholat berjama’ah lalu waktu sholat diundur (kecuali untuk sholat Isya). Misalnya, waktu mulai halaqah jam 2 siang, lalu Anda dan mad’u melakukan sholat zhuhur berjama’ah pada jam tersebut. Hal ini berarti mengabaikan keutamaan sholat di awal waktu. Memang, cara ini tidak dilakukan oleh beberapa murobbi dengan alasan kurang penting. Padahal jika dicoba, Insya Allah ada suasana ruhiyah dan ukhuwah yang lebih terasa kental di dalam halaqah. Nah…mengapa Anda tidak mencobanya? 80. Lakukan doa bersama “Apabila seseorang mendoakan saudaranya dari jauh maka malaikat berkata, “Dan bagimu seperti itu juga” (HR. Muslim). Cara lain untuk menumbuhkan suasana ruhiyah dalam halaqah adalah melakukan doa bersama di akhir acara halaqah (ikhtitam). Biasanya doa yang sering dipakai adalah doa robithoh (doa ikatan hati). Doa tersebut pada intinya berisi permohonan kepada Allah agar hati Anda, mad’u dan para ikhwah lainnya disatukan dalam ukhuwah Islamiyah. Selain doa itu, Anda juga bisa membaca doa-doa lain yang ma’tsur (benar) dan isinya tentang peningkatan iman dan ukhuwah. Doa bersama ini juga perlu dibiasakan pada acara-acara selain halaqah (seperti mabit, rihlah, dauroh). Khusus untuk mabit disarankan agar Anda bersama mad’u melakukan zikir bersama ba’da subuh, yakni zikir Al Ma’tsurot. Zikir ini berasal dari Rasulullah saw yang urutan doa/zikirnya disusun oleh Hasan Al Banna. Selain dengan membiasakan doa bersama, Anda sendiri juga harus sering mendoakan mad’u. Doakan mad’u agar senantiasa meningkat iman dan taqwanya kepada Allah SWT. Jangan pelit untuk mendoakan mad’u. Sebab doa Anda untuk mad’u juga merupakan faktor keberhasilan Anda dalam membina mad’u. Bagian IX : TIPS MENDINAMISKAN SISTEM HALAQAH 81. Miliki kemampuan komunikasi “..dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka” (QS. 4 : 63). Miliki berbagai kemampuan komunikasi jika Anda ingin menjadi murobbi sukses. Kemampuan komunikasi yang perlu Anda miliki adalah kemampuan menjelaskan ide secara sistematis, rasional dan mudah dipahami mad’u. Selain itu juga kemampuan memakai kata-kata yang sopan, kata-kata yang meyakinkan, mendramatisir, memperkuat argumentasi dengan bahasa non verbal (bahasa tubuh) dan kemampuan memberikan ilustrasi, contoh serta humor (penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca pada buku Murobbi Skills oleh Satria Hadi Lubis). Semua itu penting untuk menunjang penampilan Anda yang prima di hadapan mad’u. Kemampuan komunikasi dapat dilatih dengan menambah pengalaman berbicara di depan umum. Juga dengan banyak membaca buku-buku tentang teori komunikasi, meminta masukan dari teman dekat tentang gaya komunikasi Anda, dan juga dengan mengikuti pelatihan-pelatihan tentang komunikasi efektif. Dengan komunikasi yang prima, orang akan mendengarkan Anda dan mengagumi Anda. Bahkan kekurangan Anda dapat tertutupi kalau Anda “pintar ngomong”. Oleh sebab itu, latih terus kemampuan komunikasi Anda. Jangan cepat putus asa jika Anda belum mampu berkomunikasi yang memukau saat ini. Latih terus kemampuan Anda, Insya Allah lama kelamaan Anda akan menjadi komunikator yang ulung. 82. Buat “rapot” mad’u “Sering kita jumpai seorang da’i berdakwah, pada saat yang sama dia juga seorang murobbi yang menyeleksi para aktifis yang ada di bawahnya, dan pada saat yang bersamaan dia melakukan amal dan tanfidz sekaligus” (Hasan Al Banna). Alangkah baiknya jika Anda memiliki “rapot” mad’u. Yakni data tentang perkembangan mad’u dari awal halaqah sampai sekarang. Data tersebut, antara lain meliputi data riwayat hidup, absensi, data ibadah yaumiah, data aktivitas dakwah, data perkembangan pemahaman, data prestasi, data kesalahan/masalah, dan lain-lain. Semakin lengkap data yang Anda miliki semakin baik. Realitanya, banyak murobbi yang tidak memiliki “rapot” tentang mad’unya. Mereka hanya mengandalkan ingatan ketika mengevaluasi dan menyeleksi mad’u. Dampaknya, evaluasi menjadi bias dan tidak valid. Sebab tidak didukung data yang cukup. Akhirnya, murobbi dapat terjebak pada sikap tidak proporsional terhadap mad’u. Like and dislike (suka atau tidak suka) dapat terjadi. Penempatan dan perlakuan terhadap mad’u bukan lagi berdasarkan kemampuan, tapi berdasarkan mana yang disukai. Ketiadaan “rapot” juga berdampak pada pemberdayaan mad’u. Murobbi akan sulit memberdayakan mad’u sesuai dengan potensinya. Sebab pemberdayaan membutuhkan data dari orang yang akan diberdayakan. Akhirnya, muncullah murobbi-murobbi by instinc, bukan murobbi-murobbi by data. 83. Buat agenda acara khusus untuk infaq “Orang-orang yang menginfakkan hartanya di malam dan di siang hari secara sembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (QS. 2 : 274). Apakah perlu ada infaq dalam halaqah? Tentu saja harus ada. Mengapa? Dengan adanya infaq maka mad’u melatih diri untuk gemar berinfaq. Dengan gemar berinfaq, mad’u belajar untuk berkorban bagi dakwah dan jama’ah. Berdakwah memang membutuhkan pengorbanan. Infaq di dalam halaqah juga berguna untuk pendanaan bagi kegiatan amal jama’i halaqah dan dakwah. Untuk bayar murobbi juga? Tidak! Murobbi tidak perlu dibayar (diberi honor) karena dapat merusak integritas pembinaannya. Lalu, agar infaq halaqah dapat berjalan rutin dan teratur, maka perlu dibuat agenda acara khusus untuk infaq di halaqah. Waktunya sekitar 5-10 menit. Pada agenda acara itu, infaq dikumpulkan oleh bendahara halaqah. Agenda acara tersebut juga bisa digunakan untuk membacakan laporan infaq halaqah, mengevaluasi infaq mad’u, mendiskusikan pemberdayaan uang infaq, dan memberikan taujih (pengarahan) singkat tentang infaq. 84. Buat jaringan komunikasi (jarkom) “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. Dan bicarakalah tentang membuat kebajikan dan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu dikembalikan” (QS. 58 : 9). Apa yang dimaksud jarkom? Jarkom adalah jaringan komunikasi antar mad’u, sehingga informasi yang perlu diketahui mad’u dapat tersebar secara merata dalam waktu yang cepat. Jarkom berguna untuk memobilisasi mad’u secara mendadak, menginformasikan amniyah dengan segera, atau menginformasikan hal-hal yang perlu disampaikan tanpa menunggu waktu halaqah. Jarkom juga bermanfaat untuk menjalin komunikasi yang lebih intens antar mad’u. Biasanya, sumber informasi dalam jarkom adalah Anda sendiri, sebagai murobbi. Aliran informasi dalam jarkom bisa berupa garis lurus (informasi berantai), bisa berupa segitiga (sumber informasi menyampaikan pada seseorang kemudian orang itu menyebarkannya pada beberapa orang), bisa juga berupa cluster (sumber informasi menyampaikannya pada beberapa orang dan orang itu menyampaikannya pada kelompoknya). Apa pun bentuk jarkom yang Anda pilih, yang pasti jarkom harus menjamin agar informasi dapat sampai kepada semua anggotanya. 85. Buat berita acara halaqah (sekaligus catat materi yang telah diberikan) “..Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis…” QS. 2 : 282) Sebaiknya, halaqah memiliki berita acara. Isi berita acara halaqah tergantung dari kebutuhan. Biasanya isi berita acara halaqah adalah waktu dan lama halaqah, absensi, agenda pembicaraan, laporan ibadah dan aktivitas harian mad’u (evaluasi yaumiah), serta agenda pembicaraan yang akan datang. Berita acara halaqah bermanfaat untuk mengetahui perkembangan halaqah. Juga berguna untuk alat pengingat bagi Anda tentang apa yang perlu diperbaiki dari halaqah. Sebaiknya, berita acara halaqah diarsipkan dengan baik. Bisa oleh Anda, bisa juga oleh salah satu mad’u yang Anda tugaskan (sekretaris halaqah). Dalam berita acara halaqah, perlu juga dicantumkan tentang materi yang telah Anda sampaikan. Pencatatan materi berguna untuk mengingatkan Anda tentang materi yang telah diberikan. Kadangkala murobbi lupa tentang materi yang telah diberikan, sehingga terjadi pengulangan materi. Hal ini dapat dihindari jika dicatat dalam berita acara halaqah. Namun jika berita acara halaqah disimpan oleh mad’u (sekretaris halaqah), Anda perlu mencatatnya sendiri. Sebaiknya, pengulangan materi dihindari, karena dapat menimbulkan kebosanan mad’u. Selain itu, akan mengurangi kredibilitas Anda sebagai murobbi, sebab Anda dianggap hanya mempunyai “stock” (persediaan) materi terbatas. 86. Lakukan rotasi mad’u “Allah mempergantikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan” (QS. 24 : 44). Salah satu cara agar halaqah Anda dinamis dan tidak membosankan adalah melakukan rotasi mad’u. Caranya, jika Anda mempunyai lebih dari satu halaqah yang jenjangnya sama, ubah komposisi halaqah dengan memindahkan sebagian mad’u ke halaqah lain, begitu pun sebaliknya. Namun, jika Anda tidak mempunyai halaqah lain yang jenjangnya sama, “barter” dengan murobbi lain. Bisa juga dengan memindahkan sebagian mad’u yang sudah saatnya naik jenjang ke halaqah lain yang Anda tangani atau yang ditangani murobbi lain. Sebaiknya, rotasi mad’u tidak dilakukan terlalu cepat, tapi juga tidak terlalu lama. Jika terlalu cepat, tidak ada waktu bagi mad’u untuk berinteraksi secara mendalam dengan teman-teman satu halaqahnya. Program juga sulit dijalankan dengan efektif. Jika terlalu lama, akan muncul kejenuhan dan suasana monoton (kecuali jika halaqah tersebut memang benar-benar solid dan dinamis). Cara lain melakukan rotasi mad’u adalah menitipkan mad’u ke murobbi lain dalam jangka waktu tertentu, misalnya 6 bulan-1 tahun. Hal ini terutama perlu dilakukan jika Anda sangat sibuk sehingga Anda, untuk sementara waktu, tidak dapat hadir dalam halaqah secara rutin 87. Berikan materi sesuai kebutuhan “Murobbi harus mengetahui problema yng dialami pemuda, baik berkenaan dengan pribadinya, keluarganya, interaksi dengan teman-temannya, atau kehidupannya secara umum. Problem-problem tersebut mungkin dapat menjadi salah satu faktor penghalang perjalanannya di jalan dakwah atau faktor yang menyebabkannya menyimpang dari jalan dakwah. Karenanya, murobbi harus mencermatinya dan mencarikan solusi yang terbaik dan bermanfaat untuknya” (Musthafa Masyhur). Mengapa konser musik selalu dipenuhi remaja? Karena lirik musik pada konser itu sebagian besar bicara tentang cinta. Remaja membutuhkan cinta, dan kebutuhan itu dipenuhi oleh konser musik tersebut. Wajar jika mereka berbondong-bondong datang ke konser musik. Jika Anda ingin menjadi murobbi yang digandrungi mad’u, pakailah resep para musikus itu. Mengikuti selera pasar. Anda perlu menyampaikan materi yang sesuai dengan selera dan kebutuhan mad’u. Jangan dibalik, memberikan materi sesuai dengan kebutuhan Anda. Hal ini terutama untuk halaqah pemula yang belum memahami pentingnya halaqah. Sampaikan materi sesuai dengan kebutuhan mereka. Misalnya, mereka membutuhkan pengetahuan tentang cara bergaul yang baik, berikan materi “Pergaulan dalam Islam”. Mereka membutuhkan wawasan tentang bisnis, sampaikan materi tentang “Bisnis Dalam Islam”. Bagaimana cara mengetahui kebutuhan mereka? Cara mengetahuinya dengan menyimak apa yang sering mereka obrolkan, dengan bertanya langsung kepada mereka, dengan bertanya pada teman dekatnya, dengan melihat hobi dan minatnya. Lalu, jika materi diberikan sesuai dengan kebutuhan, kapan materi “paket” (materi yang sesuai kurikulum halaqah) diberikan? Nanti, setelah mereka tsiqoh kepada Anda. Itupun juga tidak menutup kemungkinan untuk tetap memberikan materi sesuai dengan kebutuhan mad’u (jika materi yang dibutuhkan tersebut tidak ada dalam materi “paket”). Anda bisa menyampaikan materi yang dibutuhkan mad’u sebagai selingan penyampaian materi “paket”. 88. Lakukan “sarasehan” halaqah bersama mad’u “Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: “Berlapanglapanglah dalam mejelis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akam memberi kelapangan untukmu…” (QS. 58 : 11). Apa yang dimaksud “sarasehan” halaqah disini? Yakni acara khusus untuk mengevaluasi perjalanan halaqah bersama mad’u. Sebaiknya acara ini dilakukan rutin enam bulan atau setahun sekali. Waktunya bisa pada acara halaqah yang agenda acaranya diubah. Bisa juga dirancang khusus menjadi acara tersendiri atau digabung dengan acara mabit dan rihlah. Ketika halaqah mengalami penurunan kinerja yang parah (misalnya sebagian mad’u sering tidak hadir, program ridak ada yang berjalan, dan suasana penuh dengan konflik), acara “sarasehan” ini sangat perlu dilakukan untuk memecahkan masalah bersama. Luangkan waktu selama 2 sampai 6 jam untuk acara sarasehan ini. Ajak juga mad’u untuk merancang acara ini. Dan ketika acara berlangung, beri kesempatan sebebas mungkin bagi mad’u untuk menyampaikan uneg-unegnya. Ada tiga evaluasi yang dapat dilakukan pada acara “sarasehan” ini, evaluasi sistem, evaluasi mad’u, dan evaluasi murobbi. Evaluasi sistem terkait dengan pencapaian program, mekanisme halaqah, dan lain-lain. Evaluasi mad’u berupa saling tausiyah (menasehati) antar mad’u. Evaluasi murobbi adalah tausiyah dari mad’u kepada murobbinya. Mungkin, dalam acara ini terjadi “buka-bukaan”. Hal ini tidak masalah selama masih dalam semangat perbaikan, bukan untuk mencela dan mencaci orang lain. Bagi Anda, acara ini sangat bermanfaat untuk mengetahui pandangan mad’u terhadap Anda, baik sisi negatif maupun positif. Dari evaluasi ini, Anda dan mad’u dapat mengintrospeksi diri dan memperbaiki kekurangan yang ada. Anda dan mad’u juga belajar dikiritik orang lain, sehingga terbiasa menerima kritik. Orang yang tidak biasa dikiritik, biasanya akan cepat tersinggung dan marah jika dikritik. Padahal dalam era keterbukaan ini, setiap orang harus belajar menerima kritik secara terbuka agar pribadinya menjadi lebih matang dan tidak merasa benar sendiri. Di samping itu, acara “sarasehan” dapat meningkatkan tanggung jawab dan rasa memiliki mad’u terhadap halaqah. Mungkin, ketika Anda dan mad’u pertama kali mengadakan acara ini, ada rasa kuatir tidak sanggup menerima kritik secara terbuka. Ada rasa kuatir akan ada yang tersinggung. Hal ini wajar karena baru pertama kali diadakan. Jika sudah terbiasa dan menjadi agenda rutin, perasaan itu akan hilang. Yang timbul malah perasaan butuh akan kritik. Saat ini, sangat langka orang bisa saling bertausiyah dalam suasana kebenaran, kasih sayang, dan saling menghormati. 89. Jangan adakan pertemuan halaqah di tempat yang berisik “Dan apabila dibacakan Al Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat” (QS. 7 : 20-4). Anda pernah mengadakan pertemuan halaqah di tempat yang berisik? Berisik dengan suara kendaraan, suara tangisan anak, suara musik, suara orang ngobrol, atau suara sound system hajatan? Gimana rasanya? Anda tentu sulit konsentrasi, bukan? Begitu juga mad’u Anda. Suara Anda juga jadi kurang terdengar oleh mad’u. Lalu Anda mencoba mengatasinya dengan bersuara lebih keras. Hasilnya, konsentrasi Anda semakin buyar dan suara Anda tampak dipaksakan. Anda juga menjadi cepat lelah. Sebaiknya, hindari tempat halaqah yang bising. Carilah tempat yang tenang dan nyaman, walau tempat itu jauh. Di tempat itu, Anda bisa lebih konsentrasi menangani mad’u, sehingga hasilnya lebih maksimal dibandingkan berhalaqah di tempat yang berisik. Jika kebisingan itu disebabkan suara anak-anak Anda, pindahkan waktu halaqah dimana anak Anda sedang tidur atau pergi (misal: pergi sekolah). Kalau perlu, jika rumah Anda atau mad’u tidak ada yang memenuhi syarat kenyamanan dan ketenangan, pindahkan halaqah ke tempat umum, seperti masjid atau taman. 90. Buat agenda acara dan jalankan dengan konsisten “..Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang…” (QS. 5 : 48) Seringkali halaqah tidak berjalan dengan baik karena tidak memiliki agenda acara yang baku. Agenda acara penting dibuat agar halaqah dapat berjalan tertib dan teratur. Selain itu, untuk mengingatkan Anda tentang apa saja yang perlu dilakukan dan dibahas dalam halaqah. Sebaiknya, agenda acara halaqah disusun bersama dengan mad’u agar mereka merasa bertanggung jawab untuk melaksanakannya. Agenda acara harus sesuai dengan kebutuhan mad’u dan pencapaian sasaran halaqah. Setelah disepakati bersama, agenda acara halaqah perlu didokumentasikan dan dibagikan kepada seluruh mad’u agar mereka mengetahuinya. Agenda acara halaqah harus dijalankan dengan konsisten pada setiap pertemuan halaqah. Anda dapat menunjuk salah seorang mad’u, baik secara bergilir atau tetap, untuk mengingatkan Anda mengenai susunan agenda acara halaqah. Contoh agenda acara halaqah adalah (sesuai dengan urutannya) iftitah (pembukaan), tilawah dan tadabbur, infaq, talaqqi (taujih) materi, mutaba’ah (evaluasi) dan diskusi, ta’limat (informasi dan pengumuman) dan ikhtitam (penutup). Bisa juga Anda tambahkan dengan agenda acara berupa “setoran” hapalan Qur’an/Hadits, qhodoya (pembahasan problem personal), evaluasi yaumiah (ibadah dan aktivitas harian), evaluasi kedisiplinan, dan lain-lain. Agenda acara yang baku dalam halaqah bisa diubah jika memang dibutuhkan. Misalnya, jika ada program amal jama’i yang perlu dibahas secara mendalam, ada masalah personal yang mendesak untuk dibahas, atau ada kendala untuk menyelesaikan halaqah sesuai dengan waktunya. Namun, perubahan tersebut jangan terlalu sering, sehingga terkesan Anda tidak konsisten dengan agenda acara yang telah ditetapkan. Jika pun agenda acara mau diubah sebaiknya perubahan tersebut disepati bersama dengan mad’u. 91. Buat program kerja untuk periode tertentu “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. 59 : 18). Gagal melakukan perencanaan berarti gagal dalam menuai hasil maksimal. Perencanan sangat penting untuk memperoleh hasil maksimal. Karena itu, halaqah yang ingin berhasil mencapai tujuannya harus memiliki perencanaan (program). Dalam membuat program, perlu diperhatikan tujuan halaqah. Secara umum, ada empat tujuan halaqah, yaitu tercapainya muwashofat (sasaran) yang telah ditetapkan, tercapainya nikmat ukhuwah, tercapainya kaderisasi (masing-masing mad’u dapat berdakwah dan membina), dan tercapainya pengembangan potensi mad’u. Tujuan umum ini dapat dijabarkan lagi dalam tujuan-tujuan yang lebih spesifik tergantung dari kebutuhan halaqah. Program halaqah sebaiknya mencakup nama kegiatan, waktu pelaksanaan, sasaran kegiatan, dan pelaksananya. Ada dua jenis program halaqah yang perlu dibuat, yakni program internal dan eksternal. Program internal adalah program yang sasaran kegiatannya adalah mad’u halaqah sendiri. Misalnya, dauroh tarkiyah (peningkatan kualitas), mabit, rihlah, silaturahmi antar mad’u, dan lain-lain. Sedang program eksternal adalah program yang sasaran kegiatannya adalah masyarakat umum. Misalnya, dauroh rekrutmen, bakti sosial, tabligh, seminar, dan lain-lain. Buatlah program halaqah bersama dengan mad’u agar mad’u merasa bertanggung jawab untuk melaksanakannya. Buat program halaqah untuk periode tertentu, misalnya 6 bulan atau 1 tahun. Jangan membuat program halaqah untuk periode yang terlalu lama (misalnya 3-5 tahun). Sebab nanti akan sulit menjaga konsistensinya. Jangan juga terlalu singkat (misalnya 1-2 bulan). Jika karena sesuatu hal program terpaksa ditunda atau dibatalkan pelaksanaannya, Anda perlu menyepakati hal itu bersama dengan mad’u. Jangan Anda menunda atau membatalkan program halaqah secara sepihak, karena dapat membuat preseden buruk bagi mad’u bahwa Anda tak serius melaksanakan program. Sebaiknya dalam acara halaqah ada agenda khusus yang rutin dijalankan untuk mempersiapkan dan memutaba’ah (mengevaluasi) pelaksanaan program halaqah. Hal ini untuk menjaga konsistensi pelaksanaan program yang telah dibuat. 92. Delegasikan sebagian tugas Anda di halaqah “Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik” (QS. 12 : 108). Delegasikan sebagian tugas Anda. Tugas apa? Tugas yang bukan merupakan tugas utama Anda di halaqah. Contoh tugas yang dapat didelegasikan dalam halaqah adalah tugas membuka dan menutup halaqah, tugas sebagai moderator acara, tugas mencatat berita acara/notulen halaqah, tugas mencatat dan memegang uang infaq, tugas menghubungi mad’u, tugas mengingatkan aturan dan program, dan lain-lain. Semua tugas itu sebenarnya tugas Anda sebagai pemimpin halaqah. Namun dapat didelegasikan kepada mad’u. Tugas utama Anda sebagai pengambil keputusan terakhir (dicesion maker) tak bisa didelegasikan. Hal itu karena Anda adalah pemimpin halaqah yang bertanggung jawab paling akhir terhadap keberhasilan halaqah. Tugas menyampaikan materi (taujih) dapat didelegasikan sesekali. Misalnya, ketika materi dalam bentuk simulasi atau bedah buku, maka Anda dapat mendelegasikan pelaksanaannya kepada mad’u. Tugas yang didelegasikan harus diberikan secara berangsung-angsur agar mad’u tidak merasa berat melaksanakannya. Idealnya, pendelegasian itu sampai pada taraf mad’u yang aktif, sedang Anda berbalik menjadi pasif (hanya sebagai fasilitator) dalam halaqah. Untuk mencapai tahap ideal seperti itu, kalau bisa, semua mad’u mendapatkan pendelegasian tugas. Mereka mendapatkan jabatan (secara permanen) atau tugas (yang sifatnya digilir/sementara). Pendelegasian tugas berguna untuk melatih jiwa kepemimpinan, tanggung jawab, dan kreativitas mad’u. Selain itu, meringankan tugas Anda dalam memimpin halaqah. Anda jadi lebih santai dan tidak terlalui lelah memimpin halaqah. 93. Jangan tinggalkan mabit! “Dan orang yang melalui malam hari (mabit) dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka” (QS. 25 : 64). Apaan sich yang disebut dengan mabit? Mabit adalah menginap bersama mad’u untuk menghidupkan malam dengan aktivitas ibadah dan zikir. Biasanya agenda acara mabit adalah taujih mabit, sholat tahajud, muhasabah, dan zikir (Al Ma’tsurot). Anda dapat saja menambahkan agenda mabit itu dengan agenda acara lain yang dianggap perlu. Mabit bisa dilakukan dimana saja (di rumah, masjid, menyewa vila, dan lain-lain), yang penting tempatnya cukup nyaman untuk menginap. Tujuan mabit adalah meningkatkan ruhiyah Anda dan mad’u. Sebaiknya, mabit dilakukan sebulan atau dua bulan sekali. Idealnya waktu mabit tersendiri, tidak digabung dengan waktu acara halaqah. Namun jika mad’u tidak memiliki waktu lain, mabit dapat digabung dengan acara halaqah. Jadi setelah acara halaqah langsung dilanjutkan dengan acara mabit. Memang, ada juga murobbi yang tidak rutin melakukan mabit. Mereka mungkin malas, lupa, atau terlalu sibuk dengan kegiatan lain sehingga mengabaikan mabit bersama mad’unya. Hal ini jangan Anda contoh. Karena mabit sangat efektif dalam meningkatkan ruhiyah Anda dan mad’u. Dengan meningkatnya ruhiyah Anda dan mad’u, persoalan halaqah menjadi semakin berkurang. Sesungguhnya, sebagian besar persoalan halaqah, terutama persoalan personal, disebabkan oleh menurunnya tingkat ruhiyah personal halaqah itu sendiri. 94. Sempatkan waktu untuk rihlah “Rihlah merupakan salah satu perangkat tarbiyah, sebagai pelengkap dari berbagai perangkat yang digunakan jama’ah untuk mentarbiyah anggotanya” (Ali Abdul Halim Mahmud). Sempatkan rihlah (rekreasi) bersama mad’u Anda. Dengan rekreasi, Anda dan mad’u dapat terbebas untuk sementara waktu dari pekerjaan rutin sehari-hari. Dapat menghilangkan kejenuhan pikiran dan jiwa serta mengembalikan semangat kerja. Orang yang jarang rekreasi, bahkan tidak pernah, akan lebih mudah terkena penyakit stres dan BT (Boring Time). Juga akan menjadi tidak kreatif dalam bekerja. Selain itu, rihlah juga bermanfaat untuk meningkatkan ukhuwah antar personal halaqah. Karena begitu banyaknya manfaat rihlah, maka jangan tinggalkan rihlah dengan alasan apa pun. Sebaiknya, rihlah dirancang bersama dengan mad’u, baik tentang bentuk, waktu, dan biayanya. Bentuk rihlah bisa bermacam-macam. Bisa rekreasi ke tempat hiburan (seperti Ancol, TMII, dan lain-lain), bisa juga dengan menyewa villa. Waktu rihlah dapat menginap, dapat juga tidak, tergantung dari kesepakatan dan biaya. Rihlah sebaiknya dilakukan 3 atau 6 bulan sekali. Agenda acara rihlah sebaiknya lebih menekankan pada aspek rekreasi (hiburan), walau tentu saja tetap memperhatikan aturan syar’i. Misalnya, jangan mengadakan rihlah di tempat-tempat yang kental dengan nuansa maksiat. 95. Sesekali adakan acara mukhoyyam “Barangkali tujuan yang bersifat pelatihan merupakan tujuan yang paling penting dalam mukhoyam, karena tujuan itulah yang memang sejak semula dituntut dari mukhoyam ini” (Ali AbdulHalim Mahmud). Sempatkan waktu untuk mukhoyyam dengan mad’u. Mukhoyyam adalah acara sejenis kemping yang biasa dilakukan pramuka atau kelompok pecinta alam. Fungsi mukhoyyam sangat banyak, diantaranya dapat saling mengenal karakter seseorang, melatih kemandirian, tanggung jawab, kesabaran, kepemimpinan, kerjasama, dan akhirnya dapat meningkatkan ukhuwah. Bagi Anda, mukhoyyam sangat efektif untuk mengenal karakter asli mad’u Anda. Kadangkala mad’u yang tampak “manis” akan kelihatan belangnya di acara mukhoyyam. Begitu pun sebaliknya. Sebaiknya, acara mukhoyyam diadakan setahun atau dua tahun sekali. 96. Berikan tugas yang memberikan kesempatan berkreasi “Murobbi harus mendidik mad’unya untuk percaya dan tidak ragu-ragu atau bimbang, membiasakan mereka jeli dalam melaksanakan tugas-tugas yang diamanahkan, baik sebagai mas’ul (pemimpin) atau anggota” (Musthafa Masyhur). Dalam memberikan tugas, berikan kesempatan pada mad’u untuk berkreativitas. Anda jangan memberi tugas kepada mad’u secara detail, sampai “titik komanya” Anda tentukan, kecuali untuk tugas-tugas yang mengandung resiko amniyah tinggi. Untuk tugas biasa, berikan tugas secara global agar mad’u dapat berkreativitas dalam melaksanakannya. Misalnya, untuk tugas membuat seminar, berikan acuan tentang tema yang sebaiknya diangkat atau pembicara yang mestinya diundang. Sedang tentang pelaksanaan teknisnya biarkan mad’u yang merancangnya. Dengan memberi kesempatan mad’u berkreasi, ia akan lebih mempunyai rasa memiliki terhadap tugas tersebut, karena ia dapat menyumbangkan pikirannya sendiri. Selain itu, juga melatih kemandirian dan tanggung jawabnya. Anda jangan kuatir ia akan salah atau gagal. Jika pun gagal dalam melaksanakan tugasnya, ia akan belajar banyak dari kegagalan tersebut, sehingga akan lebih terampil melaksanakan tugas yang lain di masa datang. 97. Lakukan variasi agenda acara “Perbaruilah iman kalian” (HR. Ahmad). Agar suasana halaqah tidak membosankan, lakukan variasi agenda acara. Agenda acara halaqah yang rutin biasanya berupa iftitah (pembukaan), tilawah, taujih, diskusi, mutaba’ah (evaluasi), dan ikhtitam (pentup). Rubah agenda acara itu dengan merinci atau menambahkannya dengan agenda acara lain. Misalnya, menambahkan dengan agenda infaq, tadabbur, setoran hapalan ayat/hadits, kultum dari mad’u, ta’limat (pengumuman dan informasi), evaluasi yaumiah (ibadah dan aktivitas harian), informasi aktual dari mad’u, evaluasi kedisiplinan, dan lain-lain. Bisa juga dengan merubah susunan agenda acara. Misalnya, agenda infaq yang biasanya dilakukan di akhir acara dirubah menjadi sebelum taujih dari morobbi. Cara lainnya dengan “sengaja melanggar” agenda acara halaqah yang baku dengan aktivitas selingan. Misalnya, untuk acara halaqah pekan ini hanya berupa tilawah dan langsung dilanjutkan dengan seminar atau simulasi (karena acara tersebut membutuhkan waktu yang lama). Prinsipnya, agenda acara bukanlah sesuatu yang pantang diubah. Jika Anda ingin mendinamiskan halaqah, ubahlah agenda acara sesuai dengan kesepakatan Anda dan mad’u. Selama hal itu tetap sesuai dengan syar’i dan tetap sesuai dengan pencapaian sasaran halaqah. 98. Lakukan variasi metode belajar “Da’i harus menekuni seni menarik hati dan cara membuka pintu hati. Ia harus memadukan antara rangsangan emosi dan pemuasan intelektual, sebab itu lebih menjamin ketahanan pengaruh ucapannya dan orang lain terpengaruh olehnya, sehingga dapat membuahkan hidayah dan amal shalih” (Musthafa Masyhur). Metode belajar yang sering digunakan pada halaqah adalah ceramah. Metode ini mudah dan praktis, serta tidak membutuhkan persiapan lama. Tapi metode ini juga potensial menimbulkan kejenuhan dan suasana monoton. Padahal halaqah seharusnya berlangsung dinamis agar mad’u betah berhalaqah. Untuk itu, metode belajar harus variatif agar tidak membosankan dan monoton. Ubahlah metode belajar Anda yang biasanya ceramah dengan metode belajar lain. Masih banyak metode belajar lain yang dapat Anda gunakan, seperti simulasi, permainan (games), bermain peran (role play), diskusi, bedah buku, seminar, dan lain-lain. Anda juga dapat membuat sendiri metode belajar lain. Yang penting metode belajar itu sesuai dengan syar’i dan menarik. Juga dapat melibatkan mad’u, sesuai dengan sasaran materi dan sesuai dengan waktu serta tempat. Dengan menggunakan metode belajar yang variatif, kredibilitas Anda akan meningkat di mata mad’u (karena Anda dianggap kreatif dan serba bisa). Mad’u juga lebih efektif memahami materi. Anda perlu memahami bahwa tidak semua mad’u bisa belajar efektif dengan metode belajar ceramah. Metode ini hanya cocok untuk orang yang memiliki kecerdasan audio (pendengaran). Tapi kurang cocok untuk orang yang memiliki kecerdasan visual (penglihatan) dan kinestetik (gerak). Untuk orang visual lebih cocok dengan metode belajar yang merangsang mata bekerja maksimal. Sedang untuk orang kinestetik lebih cocok dengan metode belajar yang merangsang gerak. Dengan memvariasikan metode belajar, Anda memenuhi berbagai kebutuhan cara belajar mad’u, sehingga pemahaman mereka terhadap materi akan lebih efektif. 99. Lakukan variasi media belajar “Sesungguhnya keimanan ini akan lapuk dalam dada kalian sebagaimana lapuknya pakaian. Karena itu, mohonlah kepada Allah agar memperbarui keimanan dalam dada kalian” (HR. Thabrani). Cara lain untuk mendinamiskan halaqah adalah dengan melakukan variasi media belajar. Media belajar dalam halaqah dapat bermacam-macam, seperti papan tulis, makalah, alat peraga, OHP (Over Head Projector), slide projector, video, dan lainlain. Variasikan media belajar Anda dalam halaqah agar penampilan Anda menarik dan tidak membosankan. Juga agar pemahaman mad’u terhadap materi lebih maksimal. Misalnya, jika pekan ini Anda menggunakan makalah untuk menjelaskan materi, pekan depan Anda menggunakan papan tulis. Pekan berikutnya, Anda menggunakan alat peraga. Bisa juga variasi media belajar ini dilakukan dengan menggabungkan berbagai sarana belajar tersebut (makalah, papan tulis, OHP, dan lain-lain). Memang, beberapa media belajar, seperti OHP dan video, membutuhkan persiapan dan dana untuk menggunakannya. Mungkin itulah sebabnya sebagian besar murobbi hanya menggunakan media belajar papan tulis dan makalah (yang murah dan praktis) untuk menyampaikan materi di halaqah. Namun hal tersebut dapat “diakali” dengan menggunakan media belajar yang lain sesekali sebagai selingan. Kalau perlu, bekerjasama dengan mad’u untuk persiapan dan penyediaan dananya. 100. Ubah tempat pertemuan “..Dan Dia bersama kamu dimana saja kamu berada…” (QS. 57 : 4). Idealnya tempat halaqah berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah lain. Namun kenyataannnya, seringkali murobbi menetapkannya hanya di satu tempat. Biasanya tempat tersebut adalah rumah morobbi itu sendiri. Mungkin murobbi melakukan hal itu karena tidak mau repot pergi jauh-jauh ke tempat halaqah. Hal semacam itu dapat membuat suasana halaqah menjadi monoton. Anda perlu mengantisipasinya dengan merubah-rubah tempat pertemuan. Selain untuk menghindari suasana monoton, memindah-mindahkan tempat pertemuan juga bermanfaat untuk mengenal lebih jauh karakter mad’u. Misalnya, jika tempat halaqah dipindahkan ke tempat yang jauh akan terlihat mana mad’u yang rajin datang ke halaqah, mana yang sering terlambat, dan mana yang suka mengeluh. Jika halaqah dipindahkan dari rumah ke rumah, Anda juga dapat mengenal keluarga dan kondisi rumah mad’u sebagai bahan menilai karakter mad’u. Jika Anda karena alasan tertentu sulit memindah-mindahkan tempat halaqah, tetapkan tempat pertemuan di satu tempat. Tapi pindahkan tempat pada saat tertentu. Misalnya, tiga kali pertemuan di tempat yang telah ditetapkan, satu kali pertemuan digilir ke tempat lain. 101. Ubah waktu pertemuan “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (QS. 3 : 190). Cara lain agar halaqah tidak berjalan monoton adalah merubah waktu pertemuan. Jika waktu pertemuan biasa berlangsung malam hari, ubah ke pagi hari atau siang hari. Jika halaqah biasa berlangsung hari Senin, ubah ke hari Sabtu atau Ahad. Prinsipnya, ubah hari atau jam halaqah sesuai dengan kesepakatan Anda dengan mad’u. Sebaiknya, perubahan waktu halaqah dilakukan enam bulan sekali. Hal ini untuk menghindari kebosanan mad’u dengan jadwal halaqah lama. Memang, mungkin tidak semua mad’u bisa mengikuti jadwal halaqah yang baru. Mereka punya kesibukan masing-masing, sehingga sulit menyesuaikan diri dengan jadwal baru. Jika hal itu yang terjadi, Anda tidak perlu mengubah waktu halaqah secara permanen. Ubah sesekali saja sebagai selingan. Misalnya, waktu halaqah biasanya malam hari, maka khusus untuk pekan ini waktu halaqah diubah menjadi ba’da (sesudah) subuh. Pekan berikutnya halaqah kembali ke jadwal semula. Atau waktu halaqah biasanya hari Senin, tapi khusus untuk pekan ini diubah menjadi hari Rabu. Bagian X : TIPS LAIN-LAIN 102. Miliki kemampuan diplomasi “Tidaklah seseorang berbicara kepada suatu kaum dengan suatu pembicaraan yang tidak mampu dijangkau oleh akal mereka melainkan akan menjadi fitnah bagi sebagian mereka” (HR. Muslim) Sebagai murobbi, Anda perlu menjaga amniyah (keamanan) dakwah. Untuk menjaganya, Anda perlu memiliki kemampuan diplomasi. Kemampuan berbahasa yang terkesan jujur dan terbuka, padahal tidak. Jika Anda tidak mampu berdiplomasi, maka (untuk menjaga amniyah) Anda akan terkesan terlalu tertutup. Orang tidak suka dengan orang yang tertutup. Sebaliknya, jika Anda jujur, berarti Anda melanggar amniyah. Padahal Anda sudah berkomitmen untuk menjaganya. Disinilah kemampuan diplomasi dibutuhkan. Sebagai contoh, jika ada orang bertanya kepada Anda apa nama jama’ah Anda (padahal hal itu amniyah), Anda jawab saja bahwa nama jama’ah saya adalah jama’ah Islam. Kemampuan berbahasa diplomasi juga diperlukan jika Anda ditanya atau dimintai pendapat yang kontroversial. Misalnya, Anda ditanya tentang hukum pacaran oleh mad’u pemula. Jika Anda jawab jujur tidak boleh, mungkin ia akan lari dari Anda. Jawablah dengan diplomasi bahwa Islam mengajarkan kebaikan dalam segala hal. Jika dalam pacaran ada kebaikan maka ia boleh, tapi jika tidak ada berarti tidak boleh. Kemampuan diplomasi juga dibutuhkan jika Anda tidak mau terlibat lebih jauh dalam konflik antar mad’u. Misalnya, jika mad’u meminta pendapat Anda tentang mad’u yang tidak disukainya. Jawablah, bahwa setiap orang pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. 103. Temui dan kembangkan potensi mad’u “Sesunggguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaikbaiknya” (QS. 95 : 4). Halaqah adalah kelompok yang bertujuan memberdayakan anggotanya secara optimal. Pemberdayaan tak mungkin maksimal jika potensi orang yang diberdayakan tidak dikembangkan. Karena itu, sebagai pemimpin halaqah, Anda perlu mengembangkan potensi mad’u. Namun masalahnya, seringkali murobbi tidak tahu potensi mad’u. Bahkan acapkali mad’u juga tidak tahu potensi dirinya. Gimana cara mengetahui potensi mad’u? Kenali minat, hobi, kelebihan, sifat, dan prestasi masa lalu mad’u. Dari situ Anda dapat membuat “benang hijau” tentang potensi mad’u. Setelah Anda mengetahuinya, bantu ia untuk mengembangkan potensinya. Caranya, dengan memberikan motivasi agar ia serius mengembangkan potensinya. Juga dengan memberikan tugas yang sesuai potensinya. Percayalah! Mad’u yang merasa potensinya tidak berkembang di halaqah akan kurang antusias berhalaqah. Sebaliknya, jika Anda terlihat peduli dan pandai mengembangkan potensi mad’u, Insya Allah ia akan betah berhalaqah. Lebih jauh lagi, ia akan merasa berhutang budi terhadap Anda karena telah membantunya mengembangkan potensinya. 104. Jangan menunda memecahkan masalah “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain” (QS. 94 : 7). Jika mad’u memiliki masalah, biarkan ia menyelesaikannya terlebih dahulu. Hal ini agar ia mandiri dan bertanggung jawab terhadap masalahnya sendiri. Namun kalau ia kelihatan sudah tidak sanggup lagi, segera bantu menyelesaikan masalahnya. Sebaiknya, Anda tidak menunda-nunda menyelesaikan masalah mad’u. Apalagi bersikap masabodo terhadap masalahnya. Jika permasalahan ditunda, dampaknya bisa semakin besar. Yang akhirnya, bukan saja menjadi beban baginya, tapi juga bagi Anda dan jama’ah. Misalnya, mad’u punya problem dengan lawan jenisnya (pacaran), kemudian Anda membiarkannya. Mungkin suatu ketika ia datang kepada Anda dengan masalah yang lebih besar lagi (misalnya berzina). Dampaknya, bukan hanya ia yang cemar namanya, tapi juga Anda dan jama’ah. Begitu pula jika Anda merasa mempunyai masalah dengan mad’u, tapi mad’u tidak merasakannya, sampaikan uneg-uneg Anda dengan segera. Jangan sampai Anda pusing sendirian. Dengan segera menyelesaikan masalah, Anda memperingan tugas Anda sebagai murobbi dan membantu agar beban masalah yang dipikul jama’ah tidak terlalu berat. 105. Tumbuhkan kemandirian mad’u “Maka berperanglah kamu pada jalan Allah. Tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajibanmu sendiri” (QS. 4 : 84). Mad’u yang mandiri tentu saja lebih baik dari mad’u yang tidak mandiri. Mad’u yang mandiri akan mampu memecahkan masalahnya sendiri, mampu beraktivitas tanpa disuruh, dan mampu berkreativitas. Sebagai murobbi, Anda perlu menumbuhkan kemandirian mad’u. Dakwah dan halaqah bukan ingin mencetak orang yang terlalu tergantung dengan orang lain, sehingga tidak dapat berbuat apa-apa kalau tidak ada instruksi “dari atas”. Tugas dakwah begitu banyak, sehingga tidak mungkin dapat ditampung seluruhnya dalam program halaqah dan jama’ah. Jika, mad’u terlalu tergantung pada instruksi dan program, dakwah akan kehilangan dinamikanya dan mungkin akan terlambat menghadapi tantangan jaman. Karena itu, dibutuhkan sifat mandiri dari mad’u untuk berkreativitas dalam dakwah. Tentu saja, orang yang mandiri perlu memahami rambu-rambu larangan dalam Islam dan jama’ah, sehingga kemandiriannya tidak salah jalan. Yang perlu dipahami juga bahwa kemandirian tidak identik dengan sama-sama kerja, tapi tidak bekerja sama. Kemandirian yang perlu ditumbuhkan adalah kemandirian dalam lingkup amal jama’i. Jadi, di dalam kemandirian ada koordinasi, komunikasi, dan sinergi dengan aktivis dakwah lainnya. 106. Pindahkan mad’u, jika Anda tidak cocok dengannya “Dan dua orang yang saling mencintai karena Allah; keduanya bertemu di atas cinta dan berpisah juga di atasnya” (HR. Bukhari dan Muslim). Jika Anda merasa tidak cocok dengan mad’u, baik dalam pendapat, karakter, dan perilaku, pindahkan ia ke murobbi lain. Misalnya, Anda berbeda pendapat dengan mad’u dalam banyak hal, pindahkan saja ia ke murobbi lain yang lebih cocok dengannya. Namun hal ini baru dapat dilakukan, jika Anda telah mencoba secara maksimal untuk menserasikan hubungan Anda. Jika setelah dicoba ternyata tidak cocok juga, daripada Anda dan mad’u sama-sama sakit hati lebih baik pindahkan saja ia ke murobbi lain. Sebab kalau dipaksakan juga sulit terjalin keakraban dengannya. Ibarat kata pepatah, “air dan minyak sulit disatukan”. Manusia juga begitu, tidak semua manusia bisa cocok satu sama lain. Justru dari ketidakcocokkan itu, muncul kelapangan dada dan saling pengertian. Justru dari situ, muncul dinamika kehidupan. Anda jangan merasa kecil hati jika ada mad’u yang merasa tidak cocok dengan Anda, tapi ia bisa cocok dengan murobbi lain. Sebab setiap orang memiliki “selera” berbeda. Persis seperti selera terhadap makanan. Hal ini sudah merupakan sunnatullah. 107. Jangan biarkan mad’u mengidolakan Anda “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu…” (QS. 33 : 210). Asep, seorang aktor, sangat senang diidolakan penggemarnya. Apakah Anda ingin seperti Asep? Diidolakan mad’u Anda. Jika Anda menjawab “ya”. Berarti Anda harus alih profesi. Tidak lagi menjadi murobbi tapi jadi artis. Mengapa? Karena menjadi murobbi pantang diidolakan. Idola berarti meneladani seseorang secara utuh dan biasanya tanpa sikap kritis. Hal ini hanya bisa dilakukan terhadap Rasulullah saw. Sebab hanya beliau yang makhsum (terhindar dari dosa dan kesalahan). Sebagai murobbi, Anda tidak boleh diidolakan mad’u, tetapi kalau sekedar dikagumi tidak masalah. Sebab jika Anda diidolakan mad’u berarti ia akan mengikuti Anda tanpa sikap kritis. Padahal, sebagai manusia biasa Anda bisa keliru. Pengidolaan kepada murobbi dapat berdampak pada munculnya taqlid buta, hilangnya suasana tausiyah, sulitnya menerima pandangan orang lain yang berbeda dengan murobbi, serta hilangnya kreativitas dan kemandirian mad’u. Selain itu, pengidolaan terhadap murobbi dapat berdampak pada sulitnya Anda memindahkan mad’u ke murobbi lain, jika suatu ketika Anda ingin memindahkannya. Murobbi secara tak sadar dapat membuat mad’u mengidolakannya. Misalnya dengan sikapnya yang terlalu memanjakan mad’u, sehingga ia menjadi tergantung kepada Anda. Ada juga murobbi yang malah secara sadar membiarkan mad’u mengidolakannya. Dengan alasan agar mudah diatur dan disuruh-suruh. Namun tanpa disadarinya, ia menjerumuskan mad’u pada ketidakdewasaan sikap dan perilaku. 108. Tumbuhkan kepercayaan diri mad’u “Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin itu untuk berperang (memperjuangkan Islam)…” (QS. 8 : 65). Mad’u yang percaya diri akan lebih mudah untuk dibina dan dikembangkan potensinya. Sebaliknya, mad’u yang minder (tidak percaya diri) akan sulit untuk dibina dan dikembangkan potensinya. Cara mengatasi mad’u yang tidak percaya diri adalah dengan menjelaskan kepadanya cara menumbuhkan kepercayaan diri, yakni dengan meyakini bahwa setiap manusia adalah makluk Allah yang mulia dan memiliki banyak kelebihan, memfokuskan diri pada kelebihan (bukan pada kekurangan), memperbaiki kekurangan-kekurangan yang dimiliki, menumbuhkan kesadaran bahwa manusia bisa lebih baik dari yang ia duga, menghindari alasan karena sebagian besar alasan adalah fiktif dan dibuat-buat, meyakini bahwa pekerjaan yang sedang dilakukan adalah penting, melakukan persiapan dan perencanaan sebelum melakukan kegiatan, dan meyakini bahwa kegagalan adalah jalan kesuksesan. Selain dengan penjelasan, Anda perlu juga melatih mad’u agar meningkatkan kepercayaan dirinya. Beberapa cara yang dapat dilakukan, misalnya dengan menugaskan mereka untuk membuka/menutup acara halaqah, kultum (ceramah singkat), mengisi dauroh, membina pengajian anak-anak, mengisi halaqah di tempat lain, memimpin rapat, mengikuti diskusi kelompok dan memimpin diskusi kelompok. Termasuk dalam hal ini adalah meningkatkan kepercayaan diri mad’u agar mau membina (menangani halaqah). 109. Jangan terpengaruh dengan jumlah kehadiran mad’u “Da’i tidak boleh bakhil dalam mengutarakan materi tatkala yang hadir cuma sedikit, karena boleh jadi manfaat penjelasannya saat itu lebih besar daripada ketika yang hadir banyak” (Musthafa Masyhur). Sebagian murobbi ada yang terpengaruh dengan jumlah kehadiran mad’u dalam halaqah. Ketika jumlah yang hadir banyak, ia semangat. Namun ketika jumlah yang hadir sedikit, semangatnya menurun. Ada beberapa alasan mengapa murobbi turun semangatnya ketika yang hadir sedikit. Pertama, ia merasa kecewa dengan mad’u yang tidak disiplin dengan kehadiran. Kedua, ia kecewa dengan dirinya sendiri yang tidak mampu mendisiplinkan mad’u untuk hadir dalam halaqah. Ketiga, ia kecewa karena sudah mempersiapkan diri sebaik mungkin, tapi yang hadir ternyata tidak sesuai dengan yang ia harapkan. Semua hal itu membuat semangatnya menurun untuk mengisi halaqah. Hal semacam itu semestinya tak perlu terjadi jika murobbi memiliki niat yang ikhlas. Keikhlasan niat membuat seseorang hanya sibuk dengan Allah SWT, sehingga tidak sempat berpikir tentang suasana lingkungan yang mengecewakannya. Sebaliknya, kalau kita tidak ikhlas, kita akan mudah terpengaruh dengan suasana lingkungan. Murobbi yang turun semangatnya jika mad’u yang hadir sedikit akan berdampak pada penampilannya yang lesu dan monoton. Ketika ia menyampaikan materi, memimpin pertemuan, mengevaluasi program, bicaranya tak lagi bergairah. Pikirannya juga tidak konsentrasi karena memikirkan kehadiran mad’u yang mengecewakannya. Akibatnya, mad’u juga merasakan hal yang sama, sehingga pertemuan berjalan lesu, tanpa gairah Hal ini tentu saja tidak baik untuk keberlangsungan halaqah. 110. Jangan merasa memiliki mad’u “Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang telah Aku menciptakannya sendirian” (QS. 74 : 11). Jangan pernah terlalu merasa memiliki mad’u. Anggap ia sebagai orang yang perlu diajak (mad’u), bukan dimiliki. Ia bukan milik Anda, tapi milik Allah SWT. Sebab jika Anda merasa memiliki mad’u, Anda akan sering kecewa dan sedih. Anda akan kecewa jika berbuat salah. Anda akan kecewa jika ia pergi dari Anda tanpa kabar. Anda akan kecewa jika ia pindah ke murobbi lain. Anda akan sedih jika ia melupakan jasa Anda. Semua itu mestinya tak perlu terjadi jika Anda tak mempunyai rasa memiliki yang terlalu besar terhadap mad’u Anda. Memang, Anda boleh saja melakukan instrospeksi diri terhadap mad’u yang mengecewakan Anda, tapi Anda juga harus ingat bahwa apa yang terjadi terhadap mad’u semata-mata karena takdir Allah SWT. Anda tidak kuasa menghalangi apa yang merupakan kehendak Allah SWT. Jadi, jangan ditimpakan semua kesalahan itu kepada diri Anda sendiri. Tidak semuanya merupakan kesalahan Anda. Bersikaplah proporsional dalam memandang mad’u. Jangan terlalu merasa memiliki. Tugas Anda hanyalah mengajaknya ke arah kebaikan. Hasilnya, Anda serahkan bulat-bulat kepada Allah (tawakal). Insya Allah, Anda tidak akan terlalu kecewa dan tidak terlalu menyalahkan diri sendiri terhadap apapun yang terjadi pada diri mad’u Anda. 111. Berilah harapan surgawi dan duniawi “niscaya Allah mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga ‘Adn. Itulah keberutungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman” (QS. 61 : 12-13). Ketika Anda memotivasi mad’u, berilah kepadanya harapan surgawi (imbalan surga dari Allah) dan harapan duniawi (imbalan kesuksesan dunia). Cara ini memadukan antara harapan jangka panjang (surga) dengan harapan jangka pendek (kenikmatan dunia). Cara inilah yang digunakan Allah dalam Al Qur’an dan yang digunakan Nabi Muhammad saw ketika memotivasi para sahabat. Sebagai misal, Anda bisa melihatnya dalam surah As Shof (61) ayat 10-13, surah Ath Thalaq (65) ayat 2-3, surah An Nahl (16) ayat 97 dan surah Al Hadid (57) ayat 28. Juga bisa membacanya dalam tarikh Nabi Muhammad saw, bahwa Nabi saw beberapa kali memotivasi para sahabatnya dengan surga dan harta ghonimah (rampasan perang) agar mereka semangat berperang. Anda jangan hanya memberikan harapan surgawi, sebab manusia seringkali mengharapkan keuntungan jangka pendek (materi). Jangan pula hanya memberikan harapan duniawi sebab bisa membuat mereka pamrih dan tidak ikhlas. Namun perlu diingat, harapan surgawi harus lebih sering disampaikan daripada harapan duniawi. Karena harapan surgawi dapat membentuk semangat yang lebih permanen daripada harapan duniawi (bagi orang yang mengerti). Anda juga perlu mengingatkan mad’u bahwa harapan duniawi hanyalah “hadiah” bukan niat. Jika dijadikan niat, berarti tidak ikhlas lagi, sehingga sia-sia amal yang dilakukan. Seringlah-seringlah Anda memotivasi mad’u dengan iming-iming surgawi dan duniawi. Misalnya, katakan kepada mereka, jika mereka berdakwah, mereka akan mendapatkan balasan surga. Selain itu, juga akan mendapatkan keberuntungan yang melimpah di dunia sebagai imbalan dari Allah SWT. 112. Ingatkan mereka agar selalu ikhlas “dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh” (QS. 22 : 312). Jika Anda melihat gelagat ketidakikhlasan pada diri mad’u, segera ingatkan ia agar selalu ikhlas. Mad’u yang tidak ikhlas akan berdampak pada hilangnya pahala dan hilangnya ridho serta berkah dari Allah SWT. Bahkan jika ketidakikhlasan itu berupa munculnya sifat egois, maka dapat berdampak pada hilangnya kebersamaan dan ukhuwah. Karena itu, jangan tolerir munculnya ketidakikhlasan pada diri mad’u, segera ingatkan ia. Kalau perlu, panggil ia untuk bicara empat mata. Anda juga harus sering mentaujih mad’u tentang masalah keikhlasan. Terutama ketika gelagat ketidakikhlasan itu muncul. Tentu saja caranya harus variatif agar tidak membosankan. Anda bisa menambahkan dalil, ilustrasi, studi kasus baru agar taujih Anda lebih variatif. Jika pun Anda ingin memberi ganjaran yang sifatnya “duniawi” (misalnya Anda ingin memberi honor kepada mad’u yang menjadi panitia seminar dari program amal jama’i halaqah), hubungkan hal tersebut dengan keikhlasan kepada Allah. Hal ini agar mad’u tidak “lupa diri” terhadap imbalan yang sifatnya materi, yang memang sering mempesona manusia. 113. Rangsang mad’u untuk berdakwah dan memiliki binaan “..Hendaklah kamu menjadi orang-orang robbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya” (QS. 3 : 79). Murobbi sukses adalah murobbi yang mampu mencetak mad’u menjadi da’i dan murobbi baru. Mad’u yang menjadi da’i berarti menjadi aktivis yang selalu berdakwah kapan pun dan dimana pun ia berada. Hatinya terikat dengan dakwah. Mati dan hidupnya pun semata-mata untuk memperjuangkan tegaknya Kalimatullah. Selain menjadi da’i, mad’u juga perlu dididik agar antusias menjadi murobbi. Ia harus menganggap profesi murobbi sebagai pekerjaan mulia yang tak terkalahkan oleh pekerjaan apa pun. Ia menjadikan profesi murobbi sebagai profesi yang tak dapat dilepaskan dari aktivitas dakwah yang dilakukannya. Dengan menjadi murobbi, ia memperbanyak kader-kader dakwah dengan melakukan pembinaan secara khusus melalui pembentukan halaqah-halaqah baru. Inilah yang harus Anda lakukan kepada mad’u Anda, jika Anda ingin sukses menjadi murobbi. Untuk mewujudkan hal tersebut, Anda harus memotivasi mad’u agar selalu berdakwah dan mau menjadi murobbi. Caranya dengan memberikan taujih berulangulang tentang pentingnya menjadi da’i dan murobbi. Anda bisa mentaujihnya dengan mengatakan bahwa menjadi murobbi berarti melakukan sunnah Rasul (karena Rasulullah adalah murobbi juga), melakukan pekerjaan yang paling efektif untuk membangun kejayaan umat, mendidik orang untuk menjadi kader dakwah yang tangguh, dan merupakan pekerjaan yang sangat diajurkan dalam Islam. Anda juga perlu melatih mad’u agar siap menjadi da’i dan murobbi dengan cara melatihnya mengisi dauroh, memimpin diskusi, menangani pengajian anak-anak, menjadi panitia majelis ta’lim, menangani halaqah secara temporer, sampai akhirnya ia berani menangani halaqah “betulan”. Anda bisa melakukan berbagai cara yang Anda anggap layak untuk melatih mad’u siap menjadi da’i dan murobbi. Jika mad’u merasa gagal berdakwah atau menjadi murobbi, Anda perlu menghiburnya dan memberikan semangat agar ia mau mencobanya lagi. Kegagalan bukanlah tanda ketidakbisaan, tapi tanda untuk menuju kebisaan dan keberhasilan. 114. Latih terus kreativitas Anda “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami…” (QS. 29 : 69). Murobbi yang sukses adalah murobbi yang kreatif. Kurang kreativitasnya murobbi menyebabkan halaqah terjebak pada rutinitas yang dapat berdampak pada suasana yang membosankan, lambatnya pencapaian sasaran halaqah, dan akhirnya kehadiran mad’u juga menjadi tidak rutin. Kurang kreatifnya murobbi disebabkan beberapa hal, diantaranya adalah kurangnya wawasan dan pengalaman murobbi, kurangnya kesadaran tentang pentingnya membina halaqah secara kreatif, kurang terbiasa melakukan aktivitas harian secara kreatif, kurang termotivasi untuk membina halaqah secara serius, dan kurangnya keberanian untuk mencoba sesuatu yang baru. Sebagai murobbi, Anda harus kreatif dalam membina dengan cara menambah wawasan dan pengalaman, memahami manfaat membina secara kreatif serta kerugian membina secara tidak kreatif. Selain itu juga dengan mengikuti pelatihan-pelatihan tentang kreativitas atau membaca buku tentang cara meningkatkan krerativitas dalam kehidupan sehari-hari. Dan yang paling penting adalah Anda harus berani mencoba sesuatu yang baru tanpa takut gagal. Jika Anda terus melatih kreativitas Anda sehingga tak pernah kehilangan akal untuk membina mad’u, mungkin suatu ketika Anda berhak mendapat gelar MBA (Murobbi Banyak Akal). DAFTAR PUSTAKA Al Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI An Nawawy, Terjemah Riyadlus Shalihin, CV. Toha Putra, 1985 Al Banna, Hasan. Risalah Pergerakan, Intermedia, 1997 Masyhur, Musthafa. Fiqh Dakwah, Al I’tishom Cahaya Umat, 2000 Hawwa, Sa’id. Intisari Ihya’ Ulumuddin:Mensucikan Jiwa, Robbani Press, 2001 Mahmud, Ali Abdul Halim. Perangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin, Intermedia, 2000 LeBoeuf, Michael. Working Smart: How to Accomplish More in Half The Time, Warner Books, 1979 Lakein, Alan. Langkah-Langkah Keberhasilan Menguasai Waktu dan Hidup, Pustaka Tangga, 1997 Godefroy, Stephanie Barrat. Bagaimana Cara Mengembangkan Karisma & Daya Tarik Pribadi Anda, Interaksara, 1999 Schwartz, David J. Berpikir dan Menjadi Sukses; Binarupa Aksara, 1996 Covey, StephenR, 7 Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif, Binarupa Aksara, 1994 Covey, Stephen R. Priciple-Centered Leadership, Binarupa Aksara, 1997 Mathews, Andrew. Making Friends, Grasindo, 1996 De Porter, Bobbi & Mike Hernacki. Quantum learning, Kaifa, 1999 Madhi, Jamal. Menjadi Pemimpin yang Efektif dan Berpengaruh, Asy Syaamil, 2001 Lee, Blaine. The Power Principle. Binarupa Aksara, 2002 Winardi. Kreativitas dan Teknik-teknik Pemikiran Kreatif Dalam Bidang Manajemen. Citra Aditya Bakti, 1991 Biografi Singkat Penulis: Satria Hadi Lubis, MM., MBA lahir di Jakarta pada 19 September 1965 adalah Direktur Eksekutif Lembaga Manajemen LP2U yang bergerak dalam bidang pemberdayaan manusia (Human Resources). Selain sebagai wirausahawan dan dosen, aktivitas ayah dari lima orang anak ini juga menjadi trainer pelatihan tentang manajemen dan kepemimpinan dengan lebih dari 3000 jam pelatihan, penceramah agama (Islam) dan pembicara di berbagai seminar. Peraih gelar Magister Manajemen (MM) dari STIE-IPWI (1997) dan Master of Business Administartion (MBA) dari American World University (AWU) tahun 1998 ini aktif di berbagai kegiatan dan organisasi Islam sejak mahasiswa tahun pertama. Termasuk aktif membina berbagai halaqoh selama lebih kurang 14 tahun (1988 sampai sekarang). Selain buku ini, ia juga tengah menyusun buku serial Manajemen Haroki (Dinamis) lainnya: Manajemen Halaqah, Keterampilan-Keterampilan Murobbi (Murobbi Skills), 77 Kiat Mengatasi Problema Halaqoh Jilid II, dan Motivate Your Self! *** Yang belum ada : - Sekilas Lembaga Manajemen LP2U (1 lembar) - Formulir Umpan Balik (1 lembar)


Pustaka

SPONSOR

Pustaka

Pustaka

55

DOWNLOAD JAVA GAMES, VIRTUAL PETS